Sungguh mengejutkan, saat BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi 5,44% ini prestasi luar biasa dibandingkan banyak negara lainnya. Tapi Bank Indonesia melaporkan bahwa inflasi pangan Indonesia 10,47%.
Saat bersamaan juga BPS melaporkan ada penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) cukup ekstrim utamanya pada kelompok perkebunan rakyat, terutama petani komoditas sawit. Hingga minus (-9,29%).
BPS juga melaporkan bahwa angka stunting kita masih tinggi sekitar 24%, artinya dari 100 balita ada 24 anak balita mengalami stunting (kurus kurang gizi). Tidak merata, sporadis. Artinya ada daerah di bawah 24%, ada yang di atas 24%.
Apa arti dari ke 4 data di atas jika dikaji lebih dalam lagi ?
1. Secara umum ekonomi nasional kita kuat dibandingkan negara lainnya. Yang saat ini banyak mengalami kekacauan, bahkan minus pertumbuhan ekonominya. Kita bisa berjaya tumbuh 5,44%. Hebat. Luar biasa.
2. Inflasi pangan 10,47%. Indonesia agraris subur tidak menjamin pangan murah berlimpah. Pangan banyak impor. Pupuk pestisida impor sehingga rentan inflasi. Rakyat menengah ke bawah, 40% s/d 60% biaya hidupnya untuk pangan. Risiko, soal perut.
3. NTP terendah pada petani kebun sawit rakyat drop (-9,29%). Petani sawit miskin dadakan. Pendapatan dan pengeluaran jadi minus. Saat harga pangan naik tajam inflasi 10,47%. Ibarat, sudah jatuh ketimpa tangga pula. Terlalu berat beban petani sawit kita.
4. Persentase stunting 24%. Artinya 20 tahun lagi SDM Indonesia 24% akan kalah bersaing. Karena kurus, kerdil, retardasi mental, IQ rendah dan rentan sakit butuh biaya tinggi. Hidupnya tergantung kepada yang lain. Kelompok 24% tersebut jadi inferior, bukan pemimpin apalagi owner nya.
Hipotesanya, Indonesia hebat pertumbuhan ekonomi 5,44%. Tapi tidak merata. Bahkan petani sawit jadi korban karenanya, hingga NTP nya minus (-9,29%). Saat pangan naik tajam 10,47%. Sekitar 24% penduduk akan kalah bersaing jadi beban lainnya, 20 tahun lagi.
Alternatif solusinya, membangun SDM mandiri inovatif utamanya hal upaya kedaulatan pangan. Sebagai partisipan. Pangan soal hidup atau matinya sebuah bangsa (Bung Karno, 1952). Kebijakan pemerintah harus reorientasi iklim usaha berpihak ke rakyat, karena mereka yang butuh atensi serius, bukan yang sudah mapan.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
Hp 081586580630