Praktisi adalah orang yang profesinya mempraktikkan ilmu teknologi inovasi. Bahasa populernya pelaku usaha atau investor atau pengusaha atau pebisnis atau wirausahawan atau entrepreneur. Banyak dibedakan, tapi prinsip sama.
Populasi profesi praktisi sangat sedikit. Maksimal bagi sebuah negara 12% dari total penduduknya. Makin maju sebuah bangsa biasanya makin banyak prosentase jumlah praktisinya. Makin banyak maka makin cepat maju.
Semua negara berlomba memperbanyak praktisinya. Sangat sulit, hingga sedikit jumlahnya. Karena saling terkait, selain membangun manusia berkarakter sekaligus berkapasitas juga didukung oleh iklim usaha.
Negara tanpa praktisi akan gigit jari. Karena hasil riset tidak bisa jadi inovasi, hanya jadi invensi tersimpan di lemari. Tiada arti. Infrastruktur habis biaya besar sekalipun, juga hanya akan dinikmati bangsa lain sebagai investor (PMA).
Kehadiran praktisi berdampak serius bagi percepatan majunya perekonomian. Mendongkrak daya beli, karena pendapatan per kapita naik akibat pengangguran dikaryakan. Mendongkrak APBN karena pajak kolektifnya naik.
Contoh konkretnya :
1. Singapura negara kecil tanpa punya kekayaan alam berlimpah. Tapi jumlah praktisinya saat ini 8% dari penduduknya. Sebagai penyandang negara maju, karena pendapatan per kapitanya sekitar 16x lipatnya Indonesia.
2. Malaysia jumlah praktisinya 5% dari penduduknya. Karena banyak pencipta lapangan kerja hingga krisis tenaga kerja. Pendapatan per kapitanya sekitar 3x lipatnya Indonesia.
3. Thailand negara yang tiada pernah terjajah negara lain dan minim PMA nya. Jumlah praktisinya 4% dari total penduduknya. Pendapatan per kapitanya sekitar 2x lipatnya Indonesia.
Artinya dari simulasi data di atas menunjukkan ada kebenaran linier antara semakin banyak praktisi maka semakin tinggi pula pendapatan per kapitanya, yang berdampak pada makin tinggi pula daya belinya.
Kita warga Indonesia patut bersyukur peminat jadi praktisi sangat besar sekali. Hingga pengusaha pemula start up Indonesia terbanyak ke – 5 di dunia. Mengalahkan Jerman dan Perancis. Sayangnya 99% gagal.
Ini butuh kajian dan penyempurnaan. Multi sebab. Tidak cukup hanya dianggap karena kurang modal, pasar dan lainnya. Tidak semudah teorinya di dalam buku. Yang mengajari dan mengoreksi pun belum tentu bisa jadi praktisi inovatif.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
Hp 081586580630