Sungguh sangat tepat kebijakan pemerintah, tiada kuota impor sapi hidup, utamanya untuk pembibitan calon indukan. Karena Indonesia mengalami depopulasi, penurunan jumlah sapi kerbau hingga 2,45 juta ekor.
Contoh nyata kisah penuh ilmu hikmah ;
1). Importir Sapi.
Seorang sahabat bulan lalu membeli 2 kandang sapi kapasitas 38.000 ekor. Kandang tutup karena selama 10 tahun ini, Indonesia dibanjiri daging beku impor plus covid. Sekarang dibeli karena ada peluang emas, impor daging dihambat, impor sapi hidup dibuka lebar.
Implikasinya, ada lowongan kerja hingga 2.500 orang akan mengelola sapi, supplier pakan sapi, pengelola RPH hingga produk turunan daging sapi, sopir angkutan pakan dan distribusi sapi. Menyerap dana kredit bank di atas Rp 1,6 triliun/tahun berputar produktif.
2). Peternak Rakyat.
Seorang peternak sedang bergabung dengan importir besar dan peternak sapi kaliber raksasa di Australia. Berkomitmen untuk impor sapi betina bunting dan bakalan calon produktif lalu dipasarkan ke peternak rakyat, kontinu dan konsisten berlanjut. Target 25.000 ekor indukan/tahun.
Implikasinya, banyak petani sawit di kawasan transmigrasi makin inovatif menekan harga pokok produksi (HPP) karena integrasi sawit sapi. Ekonomi kerakyatan mandiri menggeliat massal, ke depan impor sapi dan daging akan berkurang. Karena indukan sapi produktif makin massal lagi.
Data Populasi (2013 vs 2023) oleh BPS ;
Per 1 Mei 2013, jumlah sapi dan kerbau secara keseluruhan mencapai 14,24 juta ekor, terdiri dari sekitar 12,69 juta sapi potong, 0,44 juta sapi perah, dan 1,11 juta kerbau .
Per 1 Mei 2023, populasi sapi dan kerbau menurun menjadi 11,79 juta ekor, yang terbagi dalam 11,32 juta sapi (potong + perah) dan 0,47 juta kerbau .
Secara garis besar, terjadi penurunan sekitar 2,45 juta ekor atau sekitar 17,2% selama satu dekade. Tanda hilangnya kesempatan kerja, hilangnya pendapatan masyarakat pedesaan dan kemandirian bangsa.
Sebabnya ;
1). Peningkatan penjualan sapi betina yang murah untuk pemenuhan kebutuhan daging, karena bersaing dengan daging beku impor yang saat itu murah.
2). Kurangnya regenerasi betina dan populasi kawin karena afkir lebih besar dari kelahiran sapi baru, karena pembiaran terhadap pemotongan sapi betina produktif.
3). Adanya penyakit misal PMK dan LSD atau keterbatasan manajemen reproduksi hingga terjadi inbreeding kawin keluarga.
Manfaatnya ;
1). Menunjukkan potensi dan tekanan pada ketahanan daging nasional.
2). Menjadi dasar kebijakan regenerasi dan pengembangan bibit sapi lokal.
3). Memberi warning bagi pemerintah untuk intervensi seperti subsidi, inseminasi buatan, dan biosekuriti.
4). Memberi arahan bagi investor dan peternak swasta untuk mengarahkan usaha pembibitan sapi.
Kesimpulan ;
Kondisi ini menandakan tantangan nyata dalam ketahanan pangan daging yang butuh langkah strategis untuk regenerasi dan peningkatan populasi ternak lokal. Tanda ada ancaman juga sekaligus peluang emas memenuhi protein hewani dari sapi, menekan prevalensi stunting.
Salam Mandiri š®š©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630