Anak muda Indonesia bisa mengambil ilmu hikmah pada kejadian teramat penting ini. Memang memilukan dan memalukan kita semua. Ada yang salah, tapi tidak perlu saling menyalahkan.
Pada tanggal 27 Mei 2025, ada “Job Fair Bekasi Pasti Kerja !”. Slogannya top markotop, itulah di Indonesia kita. Aksinya ? Ricuh. Tidak terprediksikan dan kurang antisipasi.
Lowongan kerja yang dibuka oleh 64 perusahaan hanya 2.517 saja. Tapi yang melamar hingga 25.000 orang. Ironisnya rebutan formulir. Hanya karena mau bekerja.
Ilmu hikmahnya, 64 orang pengusaha pemilik perusahaan perannya cipta lapangan kerja. Jadi rebutan 25.000 orang. Karena terlalu sedikit jumlah pengusaha di bangsa kita. Terlalu banyak pengangguran.
Pola didik tidak menggiring agar pada berani mengawali jadi pengusaha. Mulai dari keluarga dan sekolah/kampus hafalan teori saja. Pemerintah juga kurang membangun iklim usaha.
Maksud judul di atas, sebuah situasi ketika dua pihak atau lebih tidak mau mengakui tanggung jawab dan justru melemparkan kesalahan kepada pihak lain.
Fenomena saling menyalahkan sering muncul dalam masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan stunting.
Pemerintah bisa menyalahkan rakyat karena malas atau tidak produktif, sementara rakyat menyalahkan pemerintah.
Karena tidak menyediakan lapangan kerja, fasilitas pendidikan, atau layanan kesehatan yang memadai.
Lembaga swasta bisa menyalahkan kebijakan negara, maupun karakter masyarakat dan sebaliknya.
Siapa yang sesungguhnya salah ?
Masalah ini kompleks dan melibatkan banyak pihak. Tidak bisa satu pihak disalahkan sepenuhnya, tetapi semua pihak punya andil ;
Pemerintah. Bertanggung jawab dalam membuat kebijakan, menyediakan fasilitas dasar misal kesehatan, pendidikan, pekerjaan.
Masyarakat. Bertanggung jawab dalam memanfaatkan peluang dan fasilitas yang ada, serta mengedukasi diri dan keluarga.
Sektor swasta. Punya peran dalam menciptakan lapangan kerja, tapi kadang lebih memilih efisiensi daripada kepedulian sosial.
Lingkungan dan budaya. Juga memengaruhi sikap, pola pikir dan kesempatan.
Apa ruginya jika terus saling menyalahkan ?
1). Masalah tidak selesai, hanya berputar-putar tanpa solusi.
2). Waktu dan sumber daya terbuang, karena energi dihabiskan untuk debat, bukan aksi.
3). Kepercayaan publik menurun, terhadap pemerintah, lembaga, dan sesama warga.
4). Perpecahan sosial, antar kelompok masyarakat dan antar generasi.
5). Anak-anak tetap menderita, dalam kasus stunting dan kemiskinan jangka panjang.
Contoh konkret lainnya :
Di sebuah desa tingkat stunting tinggi hingga di atas rerata nasional 21,6%, padahal ideal negara maju maksimal 2%.
Pemerintah lokal menyalahkan orang tua karena tidak memberikan gizi cukup.
Orang tua menyalahkan pemerintah karena harga makanan mahal dan bantuan tidak sampai.
Petani menyalahkan harga pupuk, pestisida dan herbisida mahal. Tengkulak dan sistem distribusi disalahkan juga.
Akhirnya, anak-anak tetap kekurangan gizi karena tidak ada yang fokus mencari solusi bersama.
Kesimpulan :
Saling menyalahkan tidak menyelesaikan masalah. Yang dibutuhkan adalah kolaborasi. Bukan juga sekedar diskusi tiada arti. Semua pihak perlu duduk bersama.
Saling mendengar, dan bertanggung jawab sesuai peran masing-masing. Diniatkan dan dikerjakan pada kesempatan pertama.
Mencari solusi lebih penting daripada mencari kambing hitam. Kesempatan dan waktu hanya berlalu. Hanya cipta limbah waktu saja.
Salam Aksi Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630