Kali ini, saya sebagai ” Anak Bangsa Indonesia ” yang punya tanggung jawab terhadap masa depan Bangsa Indonesia, mencoba membuat kajian lapangan terhadap berbagai hal janggal karena kesalahan. Tapi sayangnya tanpa pembenahan. Agar bisa diambil ilmu hikmahnya jadi bahan pembelajaran bersama. Untuk mempersiapkan Indonesia jadi negara maju saat HUT Ke 100 tahun 2045.
Presiden Prabowo berulang kali mengingatkan agar makin efisien dan tepat sasaran dalam memanfaatkan APBN/APBD, karena itu uang rakyat. Hingga dicontohkan anggaran ke luar negeri oleh pejabat saja minimal Rp 33 triliun jika dihemat 50% bisa jadi banyak bendungan irigasi dan cetak sawah. Juga agar diminimalkan seremonial, seminar dan lainnya, lihat lakukan solusinya.
Berikut ini contoh nyata lapangan yang menggelikan, kesalahan tanpa pembenahan ;
1). Inovasi.
Antara peneliti, praktisi dan pemerintah banyak tidak sinkron lalu invensi hasil penelitian numpuk tanpa jadi inovasi. Tidak terkomersilkan karena syarat hasil riset dikatakan jadi inovasi jika on market bermanfaat bagi masyarakat. Egosektoral. Menghambur – hamburkan APBN uang rakyat. Hingga indeks kompleksitas ekonomi Indonesia hanya peringkat ke 97 dan indeks inovasi global hanya peringkat ke 57.
2). Pendidikan.
Banyak pengangguran hingga banyak yang jadi tenaga kerja di luar negeri. Termasuk lulusan S1 dan S2 antri mau buruh metik apel di Australia. Karena teramat sulit mencari lapangan kerja di dalam negeri. Tapi tetap mendidik pencari lapangan kerja, bukan mendidik yang melahirkan pengusaha penyerap pengangguran. Terlihat dari daya saing pendidikan kita hanya peringkat ke 58.
3). Stunting.
Kerdil anatomi dan retardasi kecerdasan karena malnutrisi, utamanya karena kurang protein hewani. Syarat jadi negara maju maksimal prevalensi stunting 5%, padahal saat ini masih 21,6%. Tapi banyak berita APBN untuk mengatasi stunting, sangat tidak manusiawi non efektif. Ironis. Konkretnya anggaran Rp 10 miliar, tapi anggaran untuk rapat dan perencanaan Rp 8 miliar dan hanya Rp 2 miliar untuk tupoksinya.
4). Bendungan.
Ada sebanyak 43 bendungan besar – besar yang dibangun Presiden Jokowi dengan APBN puluhan triliun uang rakyat. Tapi sayangnya tidak terpakai optimal, tidak efisien. Karena tanpa paralel dibangun irigasi teknis hingga sampai ke sawah petani. Otomatis tiada manfaat optimal, sawah hanya bisa ditanam padi sekali per tahun. Padahal jika ada irigasi bisa 3 kali setahun. Dengan begitu impor beras tidak perlu jutaan ton menguras devisa puluhan triliun.
5). Pabrik Minyak Makan Merah.
Tepatnya tanggal 14 Maret 2024, Presiden Jokowi meresmikan Pabrik Minyak Makan Merah yang dianggap paling sehat di lahan PTPN Deli Serdang Sumut. Dana dari keringat petani sawit dipungut oleh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Tapi faktanya sampai sekarang belum produksi. Padahal milik Koperasi Petani Sawit. Mungkin menunggu HUT ke 1 Maret 2025, baru produksi. Oalaah.
6). Lahan Terlantar.
Lahan PTPN puluhan ribu hektar mutunya kelas A tanpa produktif optimal. Banyak yang tidur terlantar. Hingga produktivitas kopi Indonesia kalah jauh dari Vietnam, bisa 5 kali lipatnya Indonesia. Padahal dulu mahasiswa Vietnam belajarnya kopi di kampus kita dan praktiknya di kopi PTPN juga. Begitu juga lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) jutaan hektar gundul terlantar. Tapi jika ditanam sawit, dilarang. Ironisnya juga tanpa berbenah.
7). Dana Parkir.
Di bank ada dana pihak lain deposito dan tabungan Rp 8.600 triliun. Dampak langsung kekurangan investor domestik yang jadi lokomitif perekonomian nasional. Padahal jika diberdayakan untuk investasi dan modal kerja tumbuh hanya 20%/tahun, maka 5 tahun lagi jadi Rp 17.200 triliun. Pasti bisa menghidupi jutaan umat manusia dapat lapangan kerja. Butuh skim khusus untuk start up atau scale up pengusaha yang ada sekarang.
8). Jembatan dan Irigasi.
Banyak kejadian di lapangan yang sangat lucu, kalau kita menyimak di youtube. Contoh konkretnya dibangun 5 tahun lalu tapi tidak bisa dipakai karena lahannya tidak dibebaskan dulu, lalu tidak boleh dilewati. Ada juga membangun parit irigasi justru kontra produktif. Karena tanpa kordinasi pihak lain dan tanpa perencanaan matang. Padahal seperti ini banyak sekali terjadi dan semua memakai uang rakyat.
9). Status Kawasan.
Jika Indonesia mau jadi negara maju maka harus ada pertumbuhan ekonomi minimal konsisten 8%. Itu bisa terwujud jika ada investasi oleh para pelaku usahanya. Agar tercipta lapangan kerja, dapat gajian untuk konsumsi menghidupkan usaha lain warung, toko, petani dan lainnya. Kawasan mudah berubah statusnya. Harusnya bisa jadi perumahan batal, karena berubah status jadi perkebunan akibat kepentingan. Batal investasi. Padahal butuh investasi.
Tentu masalah seperti di atas masih sangat banyak di lapangan. Tapi itu semua hanya bahan pembelajaran mawas diri agar dapat ilmu hikmah. Agar sadar bahwa itu semua uang rakyat. Dominan dari kumpulan dari pajak. Makin miris jika dikaitkan dengan kondisi riil banyak masyarakat menengah turut daya belinya, dari rentan miskin bisa jadi miskin. Mereka juga pembayar pajak jadi APBN/APBD yang dikelola oleh pemerintah, peneliti dan lainnya.
Salam Bangkit 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Bisnis
HP 081586580630