Presiden Prabowo Subianto menegaskan program prioritasnya swasembada pangan dan energi serta hilirisasi. Arti hilirisasi di sini sesungguhnya bukan cuma hasil tambang dan hasil bumi saja. Justru paling bernilai adalah hilirisasi hasil penelitian (kekayaan intelektual) agar jadi inovasi membumi yang bermanfaat nyata.
Hilirisasi/komersialisasi hasil penelitian (invensj) sangat besar implikasinya bagi kesejahteraan masyarakat luas. Sesungguhnya hasil penelitian jika belum dikomersilkan/dihilirisasikan belum bisa dianggap sebuah inovasi, masih invensi. Berikut di bawah ini contoh nyata bisa diambil ilmu hikmahnya.
1). Inovasi Benih Sawit
Sebuah kawasan, karena banyak yang terpelajar selama 10 tahun terakhir menanam sawit swakarsa mandiri. Yang ditanam bukan benih asalan, tapi benih hasil penelitian. Persilangan antara Dura dan Pisifera biasa disebut Tenera (DxP). Karena terinspirasi perusahaan besar, pada ingin sejahtera jadilah luasnya hingga 10.000 hektar milik 1.000 keluarga.
Investor pabrik kelapa sawit (PKS) setelah melakukan intelijen bahan baku. Buahnya diuji mutu di banyak lokasi ternyata rendemennya 25%, karena varietas Tenera semua. Potensinya juga besar hingga 30 ton/ha/tahun. Praktis bisa dapat 7,5 ton CPO/ha/tahun. Hanya karena ” benih inovasi ” saja. Semangat investasi PKS kapasitas 60 ton/jam sekalipun tanpa kebun.
Total bermitra dengan plasma masyarakat mandiri. Tiap hari mengolah tandan buah segar (TBS) minimal 1.000 ton setara dapat 250 ton CPO/hari. Wajar PKS tersebut sanggup membeli TBS harga mahal hingga Rp 3.400, karena rendemen 25% dampak dari benih inovasi. Karena harga CPO Rp 15.300/kg. Sekali lagi, inilah contoh konkret implikasi dari benih inovasi terhilirisasikan.
Masyarakatnya sejahtera karena selain TBS bisa 30 ton/ha/tahun, juga dapat harga tinggi karena rendemen CPO nya tinggi 25%. Beda jauh dibanding kawasan lain, yang masyarakatnya ” kurang terpelajar “, hanya menanam benih asalan praktis hanya dapat TBS 15 ton/ha/tahun, itupun rendemen CPO nya hanya 18%. Wajar harga hanya Rp 2.500/kg di PKS.
2). Inovasi Biodiesel Sawit.
Tahun 2006, terbit Peraturan Pemerintah No 5 tentang Kebijakan Energi Nasional. Peningkatan energi ramah lingkungan terbarukan. Lalu tahun 2008 ada ” Mandatory Biodiesel Sawit ” diawali dari 2,5%. Lalu meningkat hingga saat ini mau B40. Hingga ditarget oleh Presiden Prabowo sampai B100. Bahkan juga Bensawit mau dikembangkan paralel dengan Bioavtur dari kernel sawit.
Implikasi dari hilirisasi hasil penelitian bahan bakar (BBN) sawit yang dilakukan di ITB Bandung tersebut. Berimbas sangat dahsyat. Harga TBS yang dulunya hanya Rp 700/kg, tapi saat ini di atas Rp 3.000/kg TBS. Ini akibat dari permintaan pasar CPO untuk Biodiesel besar – besaran. Dulu konsumsi CPO dalam negeri hanya 12 juta ton/tahun saat ini akan tembus 27 juta ton/tahun.
Selain berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat petani sawit dan terciptanya lapangan kerja besar – besaran di industri Biodiesel Sawit. Juga berimplikasi pada neraca perdagangan internasional. Karena B40 akan menghemat devisa minimal Rp 120 triliun/tahun pengurangan impor solar fosil yang tidak ramah lingkungan jadi sebab polusi di Indonesia tergolong tinggi.
3). Inovasi Pakan Sapi.
Gama Umami adalah rumput pakan ternak hasil penelitian dari UGM Yogyakarta. Memiliki potensi 30 kg/meter tiap 60 hari sekali dipanen. Jika dikalkulasi logiskan maka setara dengan 30 kg x 10.000 meter/hektar X 6 periode panen = 1.800 ton biomassa saat panen/hektar/tahun. Beda jauh dibandingkan rumput lainnya hanya 30%nya saja potensi terkandung.
Kadar protein kasar hingga 17% dengan kandungan nutrisi lainnya juga sesuai SNI. Padahal rumput liar umumnya hanya 3% saja kadar protein kasarnya. Artinya sangat berdampak meningkatkan kesejahteraan peternak secara nyata. Karena hilirisasi hasil penelitian. Pendek kata asal Gama Umami dirawat intensif satu hektar bisa untuk 100 ekor sapi indukan.
Karena kebutuhan sapi indukan untuk breeding maksimal 18 ton Gama Umami/ekor/tahun. Kalkulasi logisnya, biaya Rp 35 juta/ha Gama Umami dapat 1.800 ton/tahun setara Rp 23/kg. Ini sangat murah bagi peternak breeding sapi. Bahkan jika mau kreatif inovatif feses urine diperkaya mikroba lalu dijual Rp 2000/kg maka harga pokok produksi (HPP) sapi bisa nol. Karena hilirisasi invensi agar jadi inovasi.
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Agribisnis
HP 081586580630