Fri. Jun 27th, 2025

Termasuk saya, orang paling optimis bahwa Indonesia bisa berdaulat pangan dan energi beberapa tahun lagi, karena di mata saya itu sangat terukur logis. Jika itu tidak bisa diwujudkan rasanya kok keterlaluan. Seperti yang ditargetkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Dasarnya jelas, kita punya penduduk terbanyak ke 4 di dunia, punya jiwa patriot yang tanpa perlu diragukan lagi. Semua masyarakat di atas bumi ini tahu semua. Berbagai macam kemampuan mendunia banyak dimilki Putra Bangsa Indonesia, hanya saja selama ini masih tersembunyi.

Dasar lainnya juga jelas, kita punya banyak hak paten kekayaan intelektual yang belum dihilirisasikan dan kita juga punya kekayaan alam yang berlimpah tiada habisnya, yang juga belum dihilirisasikan dengan inovasi. Tiada habisnya karena ramah lingkungan terbaharukan.

Dasar lain lagi, dana di perbankan milik masyarakat wujud deposito dan tabungan yang diparkir kurang produktif Rp 8.600 triliun. Dana segar penggerak ekonomi riil masyarakat. Jika diproduktifkan oleh pebisnis 20%/tahun saja setara Rp 1.720 triliun/tahun, meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.

1). Problematikanya.

Sulitnya membangun ekosistem agar manusia bermutu bisa terlibat sebagai subyek pembangunan. Konkretnya banyak orang pemikir hebat kelas inovator dan pengusaha hebat punya dana besar kabur keluar negeri. Selain itu ada jutaan orang terdaftar di BI Checking akses ke perbankan distop, multi sebabnya.

Belum sinkron antara UU, Peraturan dengan fakta lapangan. Sehingga pelaku usaha termasuk investor dipermainkan karena tanpa kepastian hukum yang adil dan tegak. Konkretnya lahan gundul sejak Pak Harto, tapi jika ditanami oleh masyarakat dilarang karena dianggap milik kehutanan. Ini jutaan hektar.

APBN habis banyak. Rutin berkala jadi pelanggan setia kebakaran karena hanya ditumbuhi ilalang. Ironisnya masyarakat di sekitarnya belum sejahtera, karena tiada lapangan kerja, karena tiada investasi. Para investor pada ragu dan takut disalahkan jika investasi di lahan luas dan subur tersebut.

2). Solusinya.

Para pemikir hebat di luar negeri secepat mungkin agar dipanggil pulang ke Indonesia. Agar hak patennya dihilirisasikan di dalam negeri, bukan dinikmati oleh negara lain. Tak ubahnya kisah Presiden Prabowo dulu, maupun Prof Sigit penemu mobil Garuda RI 1 buatan PT Pindad (BUMN).

Para pengusaha hebat punya aset triliunan saat ini dananya justru banyak parkir dan diproduktifkan di negara lain hingga di atas Rp 11.000 triliun. Jika mereka bersama aset besarnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dampaknya dahsyat tercipta lapangan kerja, mendongkrak daya beli dan lainnya.

Mengembalikan nama baik para petani, peternak, nelayan dan pelaku ekonomi riil kelas kecil lainnya. Yang jumlahnya hingga di atas 6 juta orang. Masuk daftar hitam di BI Checking karena punya utang macet antara Rp 5 juta sd Rp 20 juta sejak jaman dulu. Jika ” diputihkan ” maka punya akses modal usaha di bank lalu akan kembali bisa produktif lagi.

Jika mereka bergairah lagi dan usahanya di scale up akan jadi lokomotif penggerak ekonomi nasional jumlahnya jutaan orang. Akan tercipta lapangan kerja puluhan juta semua akan produktif mengurangi pengagguran. Karena jumlah pelaku bisnis riil di Indonesia sangat minim. Kalah dengan negara Thailand, Malaysia dan Singapura.

3). Fokus Kedaulatan Pangan dan Energi.

Pangan soal hidup matinya sebuah bangsa (Bung Karno). Energi adalah nafasnya sebuah bangsa (John F. Kennedy). Artinya jika pangan dan energi masih banyak tergantung impor hingga keduanya jika ditotal menguras devisa minimal Rp 800 triliun/tahun. Tanda belum berdaulat. Belum merdeka sesungguhnya.

Indonesia punya banyak anak bangsa pemikir hebat sebagai inovator bidang pangan dan Indonesia punya banyak pengusaha hebat pemilik aset triliunan, sayangnya keduanya di luar negeri. Indonesia juga punya praktisi hebat jutaan orang, sayangnya tersandra oleh BI Checking sehingga tidak bisa berkembang karena tanpa akses modal.

Indonesia juga punya lahan subur terlantar puluhan tahun lamanya hingga luas jutaan hektar nampak di kelopak mata saya. Bagai beragam peluang lagi menari – nari di kelopak mata saya sumber pangan jadi sawah kebun sekaligus sumber energi terbaharukan. Sayangnya tersandra oleh UU dan Peraturan yang tidak membumi.

Tidak sesuai fakta lapangan. Hukum tidak konsisten. Sehingga menjadikan sebab ragu investasi pada lahan tersebut. Konkretnya lahan jutaan hektar gundul sejak jaman Orde Baru di Kalimantan hanya jadi ” Pelanggan Kebakaran ” menguras APBN tapi tidak boleh diberdayakan alasannya kawasan kehutanan padahal nol tanpa kayu hutannya.

Salam Berdaulat 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *