Mon. Jun 23rd, 2025

Kita sungguh bersyukur masih bisa memproduksi beras terbanyak di dunia setelah RRC dan India. Walaupun demikian masih impor beras 5 juta ton tahun 2024 ini. Lalu sepanjang 2 tahun terakhir jadi camilan opini politik. Puncaknya HUT Ke 79 Kemerdekaan Indonesia.

Kondisi ini multi sebab, di antaranya karena perubahan iklim ekstrem dan penyempitan sawah sekitar 110.000 hektar/tahun (BPS). Berbanding terbalik dengan konsumen beras yang terus tambah seiring dengan penambahan jumlah penduduk 3 juta jiwa/tahun.

Presiden terpilih Prabowo Subianto, saat kampanye berjanji menargetkan akan cetak sawah 4 juta hektar. Sebagai solusi konkret logis terukur, agar bisa meminimalkan jumlah impor beras sekaligus cipta lapangan kerja di pedesaan. Tentu ide gagasan ini sangat ideal. Agar swasembada beras.

Tapi perlu diingat pesan bijak bahwa ide terbaik adalah ide yang terealisasikan. Penelitian terbaik adalah yang mampu menghasilkan invensi terkomersilkan jadi inovasi membumi. Program kerja terbaik adalah yang sudah dimulai dengan target terukur selesai sesuai waktunya mutu sesuai spesifikasi.

Jika kita membaca berita beberapa waktu lalu, H. Isam pengusaha asal Kalimantan Selatan. Memborong Excavator ke pabriknya di RRC sebanyak 2.000 unit. Terbanyak di dunia. Saat ini sebagian sudah sandar di Pelabuhan Papua, untuk misi cetak sawah. Dianggapnya tugas mulia untuk negara, laba atau rugi nomer 2, ujarnya.

Pengalaman saya cetak kebun sawit siap tanam, pasca land clearing cukup 2 hari maksimal 3 hari termasuk infrastrukturnya. Tapi pengalaman saya, cetak sawah siap tanam sekitar 35 HM atau 3,5 hari untuk 1 unit Excavator. Artinya produktivitas cetak sawah bisa 100 hektar/unit Ecavator/tahun.

Jika H. Isam belanja Excavator 2.000 unit berarti selama 5 tahun. Harusnya bisa memproduksi sawah dengan luas 2.000 unit x 5 tahun x 100 ha/unit = 1 juta hektar saja. Jika targetnya 4 juta hektar, berarti kurang 6.000 unit lagi Excavator. Ini jika mau disiplin selesai tepat waktu 4 juta hektar selama 5 tahun.

Anggaran cetak sawah, logisnya 35 HM/hektar. Saat ini kerja borongan Exca PC 200 setiap HM nya Rp 750.000. Kesimpulan jika anggaran yang dibutuhkan minimal 35 HM X Rp 750.000/HM = Rp 26,5 juta/hektar. Dengan profit margin 10% maka setara dengan Rp 30 juta/hektar non beli lahannya.

Sawah baru 4 juta hektar , jika tepat agroklimatnya. Bisa tanam 3 kali/tahun (IP300). Akan menghasilkan beras 2,56 ton beras/ha/musim x 3 musim x 4 juta hektar = 30,7 juta ton beras/tahun, 5 tahun lagi akan terwujud. Sehingga perhitungan perencanaan ini butuh kecermatan tinggi.

Potensi resiko yang harus diantisipasi tepat agroklimat, masyarakat harus welcome dan petani penggarapnya harus disiapkan sejak dini. Tidak kalah pentingnya infrastruktur persawahan dan sarana penunjang mekanisasi dan penggilingan padi. Harus pas antara luas sawah dengan kapasitas (PPIC) nya.

Sekali lagi, untuk goal 4 juta hektar dalam 5 tahun tidak cukup hanya 2.000 unit Exca. Masih kurang 6.000 unit lagi agar memenuhi target. Ini butuh investor pemodal besar dan berpengalaman panjang mengelola di lapangan cetak sawah. Penerapan inovasi remediasi juga penting. Bukan hanya di Papua saja yang potensi bagus untuk cetak sawah padi.

Tapi di Kalimantan juga sangat bagus untuk cetak sawah dan selama ini Kalimantan masih defisit beras mendatangkan dari luar Kalimantan. Tentu ini pemborosan BBM ongkos kirim dan pendongkrak inflasi di Kalimantan. Selamat berbhakti untuk negeri tercinta, buat H. Isam. Doa kami selalu yang terbaik agar legacy ini bermanfaat sepanjang jaman.

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *