Luas sawit Indonesia hanya 16,38 juta hektar. Produksi CPO/Crude Palm Oil (minyak mentah sawit) hanya 53 juta ton/tahun. Produksi PKO/Palm Kernel Oil (minyak inti sawit) hanya 5,6 juta ton/tahun. Karena El Nino pasti turun.
Sisi lain ada 168 negara sudah ” ketergantungan ” terhadap sawit. Baik CPO, PKO, cangkang sawit dan bungkil sawit. Berlomba menghilirisasikan inovasi sawit yang sudah 189 item. Terbanyak dibanding komoditas lain.
Konkretnya jadi pangan, energi, farmasi, kosmetik dan pakan ternak. Misal migor, biodiesel, bensawit, bioavtur, pasta gigi, sabun, lilin, steam boiler, konsentrat dan lainnya. Konsekuensi logis permintaan makin banyak sekali.
Fenomena baru.
Dulu cangkang, bungkil, solid, pelepah dan lidi statusnya limbah. Tapi saat ini jadi komoditas ekspor semua. Cetak devisa semua. Bahkan lucunya, kalau dulu brondolan sawit ditolak oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS), saat ini jadi rebutan.
Konkretnya, cangkang jadi pengganti batu bara karena ramah lingkungan. Semua lomba berusaha menekan pemanasan global, menghindari energi fosil. Lidi pada diekspor ke India, RRC dan lainnya sebagai bahan baku dupa maupun sapu.
Pelepah mulai jadi devisa juga karena diubah jadi biomassa energi terbaharukan wujud arang briket dan wood pellet. Apalagi brondolan penghasil CPO asam tinggi pada antri yang mau impor ke Indonesia karena bahan baku biodiesel. Sampai ribut. Lucu.
Petani dikorbankan.
BPDPKS, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit saya amati juga lucu sekali. Sekali lagi, lucu sekali. Mau memungut hasil dari petani yang diekspor hingga 4 tahun silam dapat Rp 72 triliun/tahun. Tahun 2023 dapat Rp 35,1triliun.
Yang kembali ke petani hanya 0,36% saja. Dominan ke Biodiesel B35, apalagi mau ditarget jadi B40 akan makin besar. BPDPKS juga dominan alokasi penggunaan ke pemasaran dan penelitian. Ironisnya, hasil penelitian juga banyak tersimpan di lemari.
Contoh yang paling lucu. BPDPKS mendanai 3 Pabrik Minyak Merah anggaran Rp 51 miliar, baru dibangun satu lokasi di Sumatera Utara. Diresmikan oleh Presiden Jokowi bulan Maret 2024, tapi sampai detik ini belum juga produksi. Sadarlah itu keringatnya para petani. Belajarlah ” tahu diri ” dan ” bersyukur ” terhadap rahmat-Nya.
Dimusuhi tapi diporoti.
Petani sawit yang luasnya hanya 6,8 juta hektar itu pun yang 1,87 juta hektar dipermasalahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dianggap ilegal. Seolah hukum hanya sesuai selera penguasa saja. Itu tingkat nasional.
Di tingkat global, lebih lucu lagi. Uni Eropa membuat Undang – Undang (EUDR) anti sapi, kakao, kopi dan sawit. Tapi diam – diam juga impor sawit jumlah besar lewat Singapura. Sawit milik Indonesia, stempelnya milik Singapura. Dagelan kelas dunia. Apalagi pelakunya. Ehm.
Semakin nampak ” terang benderang ” bahwa kampanye hitam ini hanya kampanye hitam jilid 2 tahun 1990-an tentang kelapa. Hingga kelapa banyak ditebangi. Ternyata cuma strategi perang dagang saja. Karena takut minyak kedelai dan bunga matahari produknya tidak laku.
Saya selaku Anggota Dewan Pakar Sawit dan Ikon Tokoh Sawit Indonesia saat HUT Ke – 110 Sawit Indonesia. Geli sekali, kalau ada orang Indonesia masih suka bertabiat seperti jaman penjajahan Belanda mudah diadu domba asing. Ikutan ” kampanye hitam ” hanya karena uang ” recehan ” saja.
Sawit menghijaukan bumi.
Era sebelum tahun 2000-an, memang banyak kebun sawit berasal dari hutan. Tapi itu semua tentu ada legalitasnya. Yang membuat UU atau legalitasnya kan juga DPR RI. Wakil kita di Senayan. Tapi keburu menghakimi sepihak seolah sawit semua alih fungsi dari hutan.
Tanpa sadar sawit juga banyak menghijaukan lahan tandus terlantar puluhan tahun bekas pembalakan liar. Alam kembali lestari, masyarakat dapat lapangan kerja jangka panjang, dapat devisa dan lainnya. Karena sawit pada hakikatnya tanaman hutan Nigeria, tanaman perintis.
Pengalaman saya pribadi, lahan tandus terlantar bekas tambang dan pembalakan liar puluhan tahun non produktif. Bisa kembali subur produktif, setelah saya remediasi dengan feses urine sapi diperkaya biang mikroba formula saya Bio Extrim, Organox dan Hormax.
Dengan pola integrasi ekonomi sirkular nol limbah. Artinya pakan sapi berasal dari limbah sawit bungkil dan solit maupun gulma. Pupuk sawit berasal dari limbah sapi. Harga pokok produksi maksimal Rp 1.000/kg, padahal harga jual Rp 2.500/kg TBS. Profit margin 150%. Berkat inovatif.
Saya jadi ingat pesan bijak yang selalu hidup dalam memoriku, begitu indahnya ;
Kasihi yang di bumi, niscaya yang di langit mengasihimu juga.
Menanamlah untuk anak cucu kita kelak (Naghrisu Liman Ba’dana).
Tri Hita Karana (Taqwa kepada Tuhan, saling menyayangi sesama manusia dan menghormati menjaga kelestarian lingkungan).
Jika saat mau makan buah, kenang dan berdoalah kepada siapa yang menanamnya.
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630