Sun. Jun 29th, 2025

Dolar Amerika Serikat meroket lagi. Rupiah melemah hingga Rp 16.466/USD. Ini hal serius karena implikasinya luas. Seperti bom atom yang tidak bisa dihentikan rantai dampak imbasnya.

Setidaknya sebelum dolar menguat Rp 16.466, impor pangan sudah di atas Rp 330 triliun/tahun. Maka akan naik minimal 15% lagi. Ini dampak tidak swasembada pangan. Terlena keenakan impor lalu terjebak dalam lumpur hidup.

Konkretnya, ribuan karyawan pabrik di Jateng. Dapat gaji Rp 2,5 juta/bulan sesuai UMR-nya. Biasanya buat angsuran sepeda motor, KPR rumah dan pangan. Hanya pas – pasan saja. Dihemat agar cukup.

Lalu harga beras, gula, tahu tempe, migor, mie instan pada naik semua minimal 15%. Karena berasal dari impor memakai dolar. Pasti akan sangat kesulitan menjalani kehidupan.

Apalagi yang tanpa pendapatan karena jadi korban PHK, padahal saat ini korban PHK di atas 1 juta orang. Masih ada 10 juta Gen Z non kegiatan studi maupun kerja. Wisudawan minimal 400.000 orang/tahun.

Itulah alasan mendasar kenapa saya selama ini menekuni dunia usaha pertanian pangan. Dengan senang hati agar hasilnya menyenangkan keluarga dan masyarakat sekitar. Sekaligus membendung impor.

Karena saya merasa ada hasilnya. Bisa cukup buat keluarga dan studi anak – anak lalu saya berani berkisah cara mewujudkan jadi pebisnis di bidang pangan. Baik di lapangan, kampus dan di manapun juga.

Kalaupun ada yang menganggap pamer. Itu kan karena pikiran kotornya. Orang kerdil saja. Yang tidak mumpuni memahami maksud tujuannya. Biasa komentator, non aktor. Gengsi tanpa prestasi tiada arti. Apalagi iri dengki.

Orang kalah lalu ngeles, itu hal biasa. Biasa mencari pembenaran bukan kebenaran sesungguhnya. Agar dirinya dianggap saja. Padahal cuma omdo, omon – omon aja. Sensasi. Tanpa bisa jadi suri tauladan.

Pernahkah kita membayangkan. Andai secepatnya terlahir pengusaha bidang pangan. Misal kelas ecek – ecek seperti saya saja. Cetak sawah, cetak kebun, breeding sapi dan lainnya. Dengan karyawan 100 orang lebih.

Lalu ada 100.000 orang saja anak muda tereplikasi jadi pebisnis pangan. Maka implikasinya sangat besar. Setidaknya pengangguran akan terserap 100.000 pengusaha x 100 orang karyawan = 10 juta orang pengangguran jadi produktif.

Implikasi lain lagi. Jika ada yang minat jadi peternak sapi breeding kaliber saya 20.000 orang saja dengan 500 ekor sapi. Maka sapi kita tambah 10 juta ekor sapi, tiap tahun beranak 8 juta ekor, yang 4 juta ekor anak sapi jantan atau 50%-nya. Maka NOL tiada impor sapi.

Begitu juga implikasi lain. Jika ada yang latah dengan kegiatan saya suka menghijaukan bumi. Yang tandus terlantar gundul bekas pembalakan liar. Tiap tahun saya minimal 200 hektar.

Jika ada 10.000 anak muda mau ikutan saya. Maka tercipta sawah dan kebun baru 200 ha x 10.000 anak muda = 2 juta hektar. Maka sawah baru makin luas. Kebun buah tropis dan sawit juga makin luas lagi. NOL impor beras dan gula.

Bidang bayar pajak untuk APBN, tiap tahun saya bayar pajak miliaran. Jika ada 50.000 anak muda mau ikuti saya jadi pengusaha bidang pangan yang taat membayar pajak, maka APBN kita akan tambah triliunan per tahunnya.

Maka makin kuat bekal untuk membangun bangsa kita. Makin besar anggaran buat kementerian dan lainnya. Begitu juga devisa yang tercipta makin banyak. Lalu impor barang canggih produktif makin leluasa.

Kesimpulan :

Kita harus swasembada pangan. Tidak boleh terjebak terus dengan barang impor sekalipun murah, terus seperti saat ini. Caranya perbanyak praktisi bisnis, investor putra bangsa di bidang pangan seperti saya misalnya.

Rohnya pangan ada pada petaninya, tanpa praktisi bisnis pangan maka tiada arti. Caranya mudah sekali. Tiru saja cara apa yang saya sebarluaskan dan saya pamerkan. Buang jauh – jauh pikiran kotornya. Ubah jadi produktif. Buang sifat suka omdo dan adu domba limbah waktu saja itu.

Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *