Sun. Jun 29th, 2025

Saya selaku praktisi pertanian, ketika banyak wartawan bertanya kenapa kita makin banyak impor pangan. Jawaban saya lugas saja. Ini semua hanya akibat saja. Akibat gagalnya arsitektur pangan Indonesia.

Arsitektur pangan Indonesia, memaknai rancang bangun pangan Indonesia. Yang selalu dilakukan oleh semua negara. Apalagi negara berpenduduk terbanyak ke 4 di dunia. Harusnya serius diperhatikan.

Ekonometrika mengajarkan pemanfaatan matematika dan statistika untuk kepentingan ekonomi berbasiskan data empirik. Sehingga bisa diprediksi dan diantisipasi apa yang akan terjadi.

Konkretnya, data empirik 25 tahun terakhir reformasi. Sadarkah kita, tambahnya penduduk 84 juta jiwa, saat bersamaan tanpa cetak sawah. Bahkan penyempitan sawah. Diagonalis negatif. Memprihatinkan.

Begitu juga di masa mendatang, 25 tahun lagi akan tambah 100 juta penduduk. Jika tanpa antisipasi sekarang juga cetak sawah baru. Maka impor beras akan berkali lipatnya saat ini 4,1 juta ton tahun 2024.

Bahkan Kepala Bapanas (Badan Pangan Nasional) Arief Prasetyo mengatakan potensi impor 2024 akan 5 juta ton. Ini setara dengan menguras devisa minimal Rp 50 triliun. Setara omzetnya 700.000 KK petani kita hilang.

PPIC (Production, Planning and Inventory Control) pada bidang pangan juga mencerminkan gagalnya arsitektur pangan. Pangan tidak hanya beras saja sebagai sumber karbohidrat. Tapi juga butuh protein hewani.

Jika masyarakat kekurangan protein hewani sejak dini. Sejak jadi janin dan 5 tahun pertama. Bisa dipastikan akan jadi korban stunting, kerdil dan retardasi kecerdasan. Pendek dan IQ rendah. Sepanjang hidupnya, tidak kompetitif.

Tapi faktanya sumber protein hewani. Daging ayam 2 kali lipatnya harga di Brazil dan akan membanjiri Indonesia. Sapi apalagi jauh lebih mahal, hingga impor daging kerbau sapi dan sapi hidup saat ini tembus 2,5 juta ekor tahun 2024.

Ini semua hanya akibat, karena yang diimpor selama ini bukan sapi indukan. Justru sapi siap potong bahkan daging kerbau India yang harganya hanya 60%-nya di Indonesia. Boros devisa minimal Rp 48 triliun tahun 2024. Setara omzet 700.000 peternak kita hilang.

Kegagalan arsitektur pembangunan pertanian Indonesia. Juga termonitor pada data impor jagung 11% dari kebutuhan, susu 78% dari kebutuhan, kedelai dan bawang putih 95% dari kebutuhan. Makin mendominasi.

Gula impor 5,2 juta ton/tahun, gandum 11 juta ton/tahun, cabe saja impor dari Singapura dan lainnya masih banyak bagian dari PPIC pangan kita. Sekali lagi, ini akibat gagal arsitektur pangan oleh para pemimpin dan ilmuwan Indonesia.

Solusinya. Jaga soliditas semua anak bangsa utamanya para pemimpin dan ilmuwan. Buat rancang bangun pemberdayaan masyarakat. Secepatnya konkret lapangan. Tanpa banyak berwacana ria seperti selama ini.

Pangan hal rawan, jika gagal bisa lompat ke politik stabilitas nasional. Jangan terus larut mencari solusi jalan pintas impor, memakmurkan importir dan membunuh masa depan produsen pangan petani peternak.

Memang solusi jangka pendek impor, agar pangan tidak langka lalu mahal, jadi sebab masalah nasional. Tapi cetak sawah 5 juta hektar dan impor sapi indukan 6 juta ekor tidak bisa ditunda lagi. Agar swasembada dan masyarakat pedesaan dapat pekerjaan.

Ingat, saat pasukan menganggur. Maka akan berkumpul selalu saling menggunjing dengan judul negatif komandannya. Begitu juga rakyat kita, jika banyak pengangguran judul ceritanya kelemahan pemimpin dan ilmuwannya, kerjanya ngapain saja ?

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *