Tue. Jun 24th, 2025

Hari ini saya lagi di Bali. Tiap kali ke Bali. Yang pertama kali yang saya ingat, situasi saat saya masih di SMA Negeri 1 Singaraja Bali. Apalagi saat kelas 1. Penuh warna menggelikan. Dinamis sekali.

Saat lulus SMP Negeri Kalibaru Banyuwangi, dengan percaya diri. Karena saat itu seleksi memakai nilai NEM. Saya diterima di SMA N di Banyuwangi dan SMA N Singaraja. Memilih di SMA N Singaraja Bali.

Lulus SMP Negeri Kalibaru Juara 2, tapi Semester 1 di SMA Negeri 1 Singaraja rangking 47 dari 47 siswa. Butuh upaya ekstra agar bisa adaptasi, karena sangat kompetiif. Maklum SMA tertua di Prov. Bali dan NTB.

Tidak Marketable.

Apalagi saat SMA Kelas 1 saya masih belum bisa bicara normal, gagap berlebihan. Sering diledeki. Masih sering Puasa Senin Kamis agar bisa bicara normal. Ajaran Guru Malamku.

Karena saya dari kampung terpencil di Banyuwangi selatan. Merantau kos di Singaraja Bali. Tiap bulan membawa beras 1 karung, telur bebek dan susu kadaluarsa bantuan WHO mengeras sebesar bola volly lebih kecil sedikit.

Tiap pagi dan sore, susu tersebut saya keroki dengan pisau dapur. Direbus sampai matang betul. Dinikmati bersama teman satu kosan Ponijan namanya. Saat ini kerja di Nestle, sama Alumni Unair Surabaya juga.

Namanya juga remaja, kadang menggoda teman gadis. Jaman kelas 1 SMA, tidak marketable. Karena mungkin tidak feasible. Tidak prioritas dan tidak kompetitif. Ibarat sebuah produk, minin selling point nya. Wajar pasar tidak berpihak.

Bahasa jenakanya, ibarat melirik memberi kode menaksir wanita satu orang saja. Yang merespon menolak lima orang. Saya sangat merasa tatapan mata tidak laku di pasar saat itu. Anak kampung, nilai jelek. Lengkap sudah.

Membangun Kepercayaan.

Keadaan itu bagai benturan keras bagi saya. Ibaratnya tiap hari harus ” dibentur – benturkan ” dengan perlakuan tatapan mata kurang berpihak. Kalaupun ada sebagian kecil yang sesama anak kampung juga.

Kebangkitan jiwa mulai tumbuh saat ada yang menghina. ” Membenturkan saya, sama artinya membentuk saya. Hinaan adalah binaan “. Itu saja prinsip dalam hati. Akan terus saya pelihara sampai lulus. Sumber kekuatan.

Kepercayaan publik mulai tumbuh. Linier dan paralel dengan tumbuhnya selling point pada diri saya. Indikasinya rangkingnya naik dari 47 ke 24, lalu ke 12 terus ke 10 dan lulus SMA rangking 1. Puji syukur.

Implikasinya makin banyak sahabat pria wanita. Apalagi saat kelas 3 bisa 10 besar di kelas. Punya nilai jual khusus. Praktis beda dibandingkan saat kelas 1 rangking 47 dari 47 siswa. Karena punya predikat, salahpun kadang dianggap benar. Ehm !

Kesimpulan.

Kawula muda. Ilmu hikmahnya bahwa ketika kita tidak berkontribusi positif, maka lingkungan juga kurang berpihak positif. Begitu juga sebaliknya. Bahwa apapun yang terjadi pada diri kita adalah karena sikap kita.

Apa yang terjadi hari ini adalah buah dari benih yang kita tanam di masa lalu. Begitu juga di masa depan, warnanya tergantung sikap kita hari ini. Tiada pernah ada kisah kesuksesan jatuh dari langit begitu saja. Tuhan Maha Adil.

Salam Mandiri šŸ‡®šŸ‡©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *