Mon. Jun 23rd, 2025

Data BPS dari hasil Sensus Pertanian terakhir bahwa petani pemilik sawah 0,3 ha/KK ada 14 juta KK. Padahal tahun 1980-an indeksnya 2 ha/KK. Menyempit akibat dari bagi warisan sawah.

Kondisi di atas wujud nyata dari gagalnya proses industrialisasi agro pada ruas hilir dan gagalnya hilirisasi inovasi. Yang semestinya bisa menampung anak petani dan hasil tani di industri agro tersebut.

Contoh.

Suatu daerah luas tanah 6.000 ha, jumlah petani 6.000 KK. Indeks 1 ha/KK. Jika anaknya 4 orang, semua jadi petani maka dapat warisan 0,25 ha/KK. Tentu sulit untuk bisa sejahtera, tetap miskin.

Tapi jika dari 4 anaknya hanya 1 orang saja yang jadi petani maka tetap indeksnya 1 ha/KK. Sisanya kerja di pabrik agro inovasi yang dibangun oleh 2 anak petani tersebut. Sisanya jadi eksportir produknya.

Kondisi bagi waris tanah tersebut sudah ” terlanjur ” terjadi. Sekali lagi, akibat kurangnya pengusaha agro inovasi ruas hilir pasca panen dari anak para petani itu sendiri. Dampak iklim usaha kurang berpihak dan pola didik.

Sejak tahun 2013, saya mengembangkan usaha perkebunan dari Cibubur ke Pangkalan Bun Kalteng. Saya merasakan enaknya, maka berkisah di kampung kelahiran di Banyuwangi Selatan.

Sudah puluhan KK petani ikutan ke Pangkalan Bun Kalteng. Baik karena tuntutan masa depan agar lebih baik, anak – anaknya studi agar selesai sesuai harapan dan karena gagal usaha atau bangkrut.

Tapi banyak juga karena ingin punya tanah sendiri. Atau sudah punya tanah di Banyuwangi tidak seberapa luas, diperluas lagi ekspansi. Sehingga mimpi hidup lebih sejahtera mudah terwujud karena punya lahan luas milik sendiri.

Contoh ;

Tanpa modal dan tanah menumpang bukan sewa seperti di Banyuwangi Rp 25 juta/ha/tahun. Karena di Pangkalan Bun kalau hanya menanam sayuran, cabe, tomat dan lainnya. Tidak perlu menyewa puluhan hektar.

Banyak tanah bisa dipakai. Kodim 1014/Pangkalan Bun, bisa membantu mencarikan lahannya dan traktor bantuan pemerintah. Misal, menanam semangka 2 ha, pemodal dananya Rp 40 juta/2 ha.

Tenaganya pendatang. Dapat 24 ton, harga Rp 5.000/kg. Omzet Rp 120 juta/2 ha/2,5 bulan semusim. Labanya Rp 120 juta – Rp 40 juta = Rp 60 juta. Dibagi 2 dapat Rp 30 juta. Setahun Rp 90 juta. Bisa buat beli tanah 1 hektar.

Sehingga saya sangat bersyukur beberapa karyawan saya dulunya bangkrut di Banyuwangi, anak – anaknya studi. Jadinya utang lunas, anaknya mentas, punya rumah bagus dan kebun di tanah sendiri. Mandiri.

Salam 
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *