Beberapa hari ini tiap hari banyak viral antrian panjang untuk beras murah. Hati saya miris sekali melihatnya, jika itu apa adanya bukan direkayasa oleh oknum politisi yang kelelahan karena kalah. Tapi kalau cipta kondisi dimobilisasi, saya tidak heran. Maklum puncak tahun politik.
Narasinya memekik sekali, karena Pakar Pertanian pun ikutan menyalahkan dan menghujat, bukan ikut ambil peran solutifnya. Seolah agar terkesan paling hebat karena bisa selalu menghujat dan menghujat, agar masyarakat makin dalam kepanikan. Aneh tapi nyata.
Peran idealnya sebagai pemimpin dan ilmuwan patut dipertanyakan. Apa kiprah konkretnya di lapangan hingga terjadi seperti ini. Harga beras tembus Rp 21.000/kg. Itu pun beras impor. Nampak sekali gagal manajemen neraca berasnya. Nampak gagal antisipasi.
Renungan kecil, sadarkah kita bahwa ;
1. Indonesia adalah pemilik sarjana pertanian terbanyak di dunia ?
2. Kampus pertanian terbaik di ASEAN dan jumlah kampus terbanyak ke 2 di dunia, diklaim adanya di Indonesia.
3. Banyak pakar pertanian jadi pejabat teras, harusnya jadi arsitektur pembangunan pertanian pangan penuh antisipasi.
Ironisnya lagi, gelar akademik berjejer menghiasi namanya, hanya buat debat dan debat wacana saja. Baik di TV maupun Medsos. Tiada langkah konkret keteladanan nyata menyelaraskan antara niat, pikiran, perkataan dan perbuatannya. Memilukan.
Hal Antrian Beras ?
Saya pribadi selaku Pak Tani. Tidak heran. Karena ini hanya akibat saja dari gagal Manajemen PPIC (Production Planning and Inventory Control). Yang merupakan imbas dari ” gagal mental ” oknum pemimpinnya yaitu Mentan SYL tidak fokus tupoksi, justru korupsi. Menyedihkan.
Solusinya, mawas diri kejadian ini jadi bahan pembelajaran ilmu hikmah teramat mahal. Harus ekspansi cetak sawah secepatnya dan intensifikasi remediasi sawah yang ada. Tidak waktunya lagi, bahkan hanya jadi ” dagelan lapangan ” jika hanya ” teoritis ” saja. Harus implementasi inovasi.
Caranya libatkan para pengusaha yang skill cetak kebun jutaan hektar selama ini plus praktisi inovatif. Lalu bagikan sawahnya ke petani 3 ha/KK dengan KUR bank serta dukungan bantuan infrastruktur. Kita malu. Sekali lagi harus malu. Saatnya tidak saling menyalahkan. Saatnya berebut peran kontribusi produktif.
Tidak kalah pentingnya, kebiasaan ” mental koruptif ” harus menahan diri. Harus tahu diri. Ini soal pangan, soal hidup matinya sebuah bangsa (Bung Karno, 1952). Saatnya pamer gelar akademik berjejer menghiasi namanya, tampil jadi suri tauladan di lapangan tengah masyarakatnya.
Salam Tahu Diri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630