Sun. Jun 22nd, 2025

Saya menulis ini bukan untuk kepentingan saya pribadi selaku petani sawit semata. Tapi karena terpanggil oleh keadaan, di mana saudara kita 2,6 juta KK petani yang memiliki sawit 6,8 juta ha atau 42% dari total luas sawit Indonesia yang 16,38 juta ha, data Ditjenbun Kementan.

Mereka saudara kita, sawitnya hanya dihargai Rp 1.500/kg di PKS. Bahkan mulai banyak PKS tidak terima sawit petani alasan tangki masih full, akibat belum ada realisasi ekspornya. Sekalipun Presiden Joko Widodo telah mencabut larangan ekspor tanggal 23 Mei 2022.

Padahal harga pokok produksi (HPP) di petani Rp 1.800/kg. Atau biaya Rp 36 juta/ha/tahun menghasilkan 20 ton/ha/tahun. Naik 2x lipatnya dibanding 2 tahun lalu. Akibat Covid 19 dan perang Rusia Ukraina harga pupuk dan herbisida naik 2x lipatnya. Ditambah lagi ongkir ke PKS juga naik tajam, dampak naiknya BBM. Ini harus dipahami.

Malaysia, petaninya bagai ketiban durian runtuh. Harga CPO global Rp 26.000, harga TBS Rp 5.300/kg. Petani Malaysia sangat dihargai karena berbuat nyata. Hingga pajak ekspor diturunkan 4% s/d 6%. Hingga saat ini krisis tenaga kerja sawit panen raya. Mau impor TKI dari Indonesia jumlah besar – besaran.

Sebaliknya, di Indonesia milik kita ini. Kebijakannya ada DMO, DPO dan pencabutan subsidi migor rakyat Rp 14.000. Dampaknya harga CPO hanya laku Rp 10.500 setara harga TBS Rp 1.700. Di bawah HPP nya TBS petani. Petani rugi, siap – siap jadi miskin massal. Migor curah hanya Indonesia, dari anggota G20. Hemm.

Ironisnya, petani merugi massal. Dibeli oleh pabrik migor sebagian dominan dijual komersil harga Rp 26.000/liter di pasar modern dengan kemasan. Kok begitu mudah sekali jadi kaya raya dadakan ! Migor rakyat murah juga belum merata di seluruh pelosok negeri ini. Bagai durian diaduk dengan sekarung mentimun. Bisa dibayangkan nasib mentimun.

Padahal, petani telah iuran yang harapannya bisa buat subsidi ke saudara kita kurang mampu beli migor. Wujudnya di BPDPKS pungutan ekspor Rp 71 triliun, Kemenkeu pajak ekspor Rp 85 triliun, PPN di PKS Rp 146 triliun, devisa Rp 515 triliun. Belum pajak armada dan lainnya. Lalu dana ratusan triliun tahun 2021 itu buat apa ?

Semoga saja, para petani sawit tidak dismotivasi berkarya nyata. Tidak seperti petani tebu, kedelai, bawang putih, tembakau, ternak sapi dan lainnya. Yang was – was karena impornya makin melambung tinggi saja.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *