Mon. Jun 23rd, 2025

Sesungguhnya, hidup bagai mampir minum saja…

Mereka pejuang sejati. Mereka memperjuangkan nasib keluarganya agar lebih baik lagi. Dengan segala keterbatasan. Ikut transmigrasi agar berubah masa depannya. Mereka gigih, bukan pemalas, agar tidak masuk daftar kemiskinan dan pengangguran. Agar bukan jadi beban negara.

Tulisan singkat ini untuk saudara kita petani sawit, utamanya yang belumlah luas kebunnya tapi disengketakan oleh Kementerian Kehutanan (KLHK) padahal sudah SHM. Mereka dapat lahan karena transmigrasi tahun 1980 an. Awalnya merintis di hutan agar bisa menyekolahkan anak – anaknya.

Benih sawitnya bukan dari hasil riset di puslit, tapi leles di bawah pohon sawit, perkebunan milik perusahaan besar. Tapi saat ini sudah panen, justru dibiarkan busuk di pohon. Padahal produktivitasnya hanya 60% dari kebun swasta besar yang memakai benih inovasi asli dari puslit. Sungguh sangat menyayat hati ini.

TBS nya tidak dijual, karena tidak laku di pabrik kelapa sawit (PKS) akibat ditutup. Karena CPO nya di tangki PKS masih penuh. Sekalipun ekspor telah dibuka oleh Presiden Joko Widodo, tetap juga saat ini belum mulai ekspor. Duuuuh, sungguh tidak masuk akal sama sekali.

Anugerah berlimpah jadi mudarat, bukan bermanfaat. Padahal di negara – negara lain penghasil sawit jadi momentum mendongkrak kesejahteraan para petaninya. Ini semua terjadi karena kebijakan para pemimpin di negeri ini. Semoga lekas sadar bahwa kelak di akhirat akan diminta pertanggungjawabannya.

Yang saya tahu, hidup ini bagai minum di tengah perjalanan nan panjang menuju keabadian. Kekal kembali ke asal. Ribuan tahun sebelum kita lahir dan ribuan tahun pula setelah kita mati. Padahal umumnya, hidup kita hanya puluhan tahun saja. Itu logikanya. Kelak hanya amal ibadah dan kemanfaatan yang ditanya oleh Nya.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *