Semua petani sawit Indonesia saat ini lagi ” menjerit “. Terancam bangkrut. Miskin massal. Dampak kebijakan iklim usaha tidak berpihak ke yang kreatif produktif. Berbagai beban pajak ekspor, pungutan dan flush out ” terlalu besar ” tidak wajar 55% (Rp 11 juta/ton : Rp 20 juta/ton X 100%) dari harga CPO global. Petani kecil massal dibangkrutkan demi pajak pungutan berlebihan.
Menjerit karena sudah 70 an pabrik kelapa sawit (PKS) tutup tidak menerima TBS petani. Sebab jeritan petani lain, harga TBS hanya Rp 800/kg, padahal sebelum kebijakan stop ekspor Rp 3.800/kg. Saat ini juga harga di Malaysia Rp 5.000 an/kg. Ironis jadi sebab banyak TKI ke Malaysia ” diberdayakan ” di sawit juga.
PKS makin banyak yang tutup karena ” terlalu beratnya ” syarat ekspor. Di antaranya ;
1. Pajak ekspor/bea keluar US $ 288/ton.
2. Pungutan ekspor oleh BPDPKS US $ 200/ton.
3. Flush out US $ 200/ton.
Total beban US $ 688 setara Rp 11 juta/ton.
Padahal harga CPO global hanya US $ 1.380 setara Rp 20 juta/ton. Jika dipotong pajak pungutan dan flush out Rp 11 juta/ton. Tinggal Rp 9 juta/ton, di Pelabuhan. Belum biaya kirim dari PKS dan biaya lainnya. Bahkan hari ini 28 Juni 2022 harga CPO Rp 7 jutaan/ton (KPBN). Sungguh sangat mengkhawatirkan. Kesempatan emas ” harga cantik ” di pasar global tanpa dimanfaatkan dengan bijak.
Lazimnya, rendemen CPO 20% dari TBS. Maka sangat wajar jika harga di petani hanya Rp 800.000/ton. Padahal biaya produksi sejak perang Rusia Ukraina Rp 1,8 juta/ton. Petani rugi Rp 1 juta/ton. Petani terancam sumber pangan dan biaya sekolah anak – anaknya. Saat Presiden Joko Widodo semangat mencari investor, tapi petani investor massal dikecewakan.
Solusinya ;
1. Stok CPO 6,1 juta ton saat ini, biasanya hanya 3 juta ton. Harus dikuras cepat dengan cara ekspor. Karena biasanya volume ekspor 3 juta ton/bulan. Agar tangki segera bisa kosong, untuk mengisi CPO baru dari pohon sawit petani telah banyak yang busuk tidak dipanen. Agar mulai hulu ke hilir dinamis produktif. Rantai pasok ini sangat penting dipahami.
2. Agar eksportir bergairah pungutan pajak maksimal Rp 4 juta/ton. Bukan lagi Rp 11 juta/ton. Agar harga CPO pasca pungutan Rp 16 juta/ton. Otomatis harga TBS Rp 3.000/kg (Rp 3 juta/ton) karena rendemen lazim 20%. Bukan Rp 800.000/ton. Sehingga petani dapat laba, eksportir bergairah dan negara dapat pendapatan pajak maupun devisa. HPP dan mekanisme pasar ini penting dipahami.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

