Dalam sebuah buku motivasi judulnya ” Kesadaran Berubah “. Di dalam buku tersebut diurai begitu rinci betapa sangat dahsyatnya kekuatan dari kesadaran kontinu berubah. Untuk memacu percepatan mewujudkan cita – citanya.
Ibaratnya itu dian (api) di dalam diri. Dinyalakan dan tetap dipertahankan agar tetap menyala. Sehingga hidup membara, semangat tetap berkemauan keras membuat perubahan pada dirinya. Ini hal sulit, tapi bisa.
Hal bisa dilakukan, tapi sulit atau mudah. Tergantung manusianya. Karena berbasiskan kecerdasan mental. Bukan kecerdasan intelektual. Bukan juga soal kecerdasan spiritual. Beda antara kecerdasan mentalitas, intelektual dan spiritual.
Kecerdasan mentalitas, pondasi perubahan seseorang. Hanya yang mau dan mampu berubah yang akan selamat menang berhasil mewujudkan harapannya. Tiada kecerdasan mental. Adapun kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual, akan tiada guna.
Contoh tidak punya kecerdasan mentalitas, tapi punya kecerdasan spiritual, itu tiada guna. Bisa membedakan halal dan haram tapi tanpa mau tegas pada diri sendiri untuk membedakannya. Akhirnya hanya menumpuk harta dimakan anak istrinya campur aduk. Tidak berkah.
Contoh punya kecerdasan mentalitas, tapi punya kecerdasan rasional ilmu pengetahuan. Tahu caranya sukses. Tapi kalau hanya dipikirkan dan dibicarakan saja, tanpa bermental mau melakukan praktik eksekusi lapangan. Akhirnya tiada perubahan. Hanya panen kepikiran dan wacana belaka.
Kedua contoh konkret di atas. Menegaskan kepada kita. Bahwa kecerdasan mentalitas adalah mutlak. Mentalitas harus bagai dian tetap menyala di dalam diri manusia yang mau berubah agar ada perubahan. Sehingga kumulatif perubahan yang konsisten jadilah sukses.
Prinsipnya menyempurnakan langkah berikutnya, berbekal ilmu hikmah dari kesalahan – kesalahan pada langkah sebelumnya. Itu hakikat prosesnya. Karena konsisten selalu membuat perubahan pada diri sendiri, agar berdampak jadi suri tauladan perubahan bagi sekitarnya, itulah manusia bermanfaat.
Yang paling sulit adalah membangun ” kesadaran diri ” agar bisa menyalakan lampu api dian kemauan berusaha agar tetap konsisten bisa berubah. Sama halnya orang belajar renang atau naik sepeda motor, beratnya adalah saat mau memulai berenang atau mengendarai sepeda motornya. Itu tersulit dan terberat.
Tapi jika sudah jalan, ada keseimbangan terbentuk, maka umumnya tetap ingin berenang atau naik sepeda motor. Tetap mau dan mau bergerak berubah membawa perubahan. Karena, itu teramat nikmat. Nikmat bukan sekedar hasil dari perubahan tapi justru saat proses perubahan itu sendiri.
Konkretnya, bahwa memelihara sapi inovatif integrasi dengan kebun. Bisa cipta lapangan kerja menyerap pengangguran, lokomotif perekonomian masyarakat, mengurangi impor sapi maupun daging, memberdayakan lahan terlantar dan hasilnya bisa meminimalkan prevalensi stunting kerdil kurang gizi.
Tahu juga ilmu pengetahuan inovasinya, agar biaya murah maka konsepnya koloni. Lalu menanam hijauan pakan ternak hasil riset UGM Yogyakarta ” Gama Umami “. Langsung dipikirkan, didiskusikan dan kontan dipraktikkan agar terwujud. Itulah hakikat keseimbangan kecerdasan mentalitas, kecerdasan spiritual dan kecerdasan rasional.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630