Banyak negara membangun iklim usahanya dengan cara membuat kebijakan perbankan. Agar jadi daya rangsang terlahirnya pelaku usaha baru ( start up ) dan ekspansi ( scale up ) bisnisnya dari pebisnis yang sudah ada.
Di Indonesia, ada KUR (kredit usaha rakyat) bunganya hanya 6%/tahun. Lazimnya 12%/tahun. Yang 6%/tahun disubsidi APBN. Serapan sektor pertanian melampaui target Rp 90 triliun dan realisasi Rp 110,1 triliun setara 122,3% (2022).
Agar terlahir pelaku usaha baru dan yang kecil menengah, pada naik kelas. Sehingga berdampak tercipta lapangan kerja, ekonomi riil tumbuh dan terpenting masyarakat terberdayakan produktif melalui kesadaran berpartisipasi.
Di luar negeri, bunga tabungan di bank ditiadakan, bahkan ada yang justru dibebani biaya. Agar suku bunga kredit hanya 2%/tahun jika untuk investasi produktif jangka panjang. Iklim usaha seperti ini pasti mendorong secara massal tidak menyimpan di bank. Tapi dikaryakan.
Wajar sekali jika beberapa hari lalu Menteri Keuangan RI, Ibu Sri Mulyani menyindir para Banker agar pihak perbankan tidak riang gembira tepuk tangan saat bunga bank naik dapat laba besar. Sesungguhnya laba besar bank tersebut, adalah penderitaan beban masyarakat Indonesia. Suku bunga bank tinggi pemicu beban berat rakyat dan inflasi.
Akibat dari biaya produksi pangan dan lainnya naik karena bunga bank terkolektif. Lanjutannya upah ikut naik, dampak biaya hidup yang naik juga. Lalu harga pokok produksi (HPP) semua produk nasional tinggi tidak kompetitif. Otomatis kemiskinan sulit diatasi. Tercipta kemiskinan ekstrim.
Ilmu hikmahnya, semua bank BUMN mencetak laba Rp 85,9 triliun tahun 2022. Jika lazimnya bank profit marginnya 3%/tahun. Berarti likuiditas dana bergerak dari milik masyarakat, yang dikaryakan ke pihak ketiga sekitar Rp 2.800 triliun selama 2022. Potensi sangat besar. Penggerak ekonomi riil rakyat.
Terbayang oleh saya, jika pemerintah mengalokasikan APBN Rp 85,9 triliun/tahun untuk menggantikan laba bank BUMN yang mengkaryakan Rp 2.800 triliun. Cipta kondisi jadi stimulus non bunga bank agar pengusaha kecil menengah pada naik kelas investasi produktif. Dampaknya dahsyat sekali.
Konkretnya, jika Rp 2.800 triliun/tahun sebagai stimulus berusaha. Lalu rerata dapat laba 20%/tahun. Akan dapat nilai tambah Rp 560 triliun/tahun. Belum lagi lapangan kerja tercipta, pajak, devisa dan dampak imbas lainnya. Akan jadi pemantik bergerak tumbuhnya ekonomi kerakyatan.
Kalkulasi logisnya, dari 9,3 juta pengusaha Indonesia saat ini atau 3,41% jumlah penduduk. Jika hanya 5 juta saja yang kecil menengah naik kelas karena stimulus skim perbankan tersebut. Andaikan tambah 3 orang karyawan saja per pengusaha akan setara 15 juta. Habis pengangguran Indonesia.
Sistem ekonomi kerakyatan yang ditumbuhkan oleh kesadaran rakyatnya untuk berpartisipasi aktif produktif massal. Dengan stimulus skim perbankan. Itulah idaman dari Bung Hatta dulunya. Sehingga kesenjangan sosial ekonomi (gini rasio) tidak makin lebar menganga. Jadi ancaman horizontal ke depan.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630