Sat. Jun 28th, 2025

Pangan bermasalah implikasinya luas. Bisa seketika, juga permanen jangka panjang. Bung Karno mengatakan, pangan soal hidup matinya sebuah bangsa, pada peletakan batu pertama Kampus IPB, 1952.

1. Implikasi seketika jika harga pangan naik. Otomatis upah juga naik. Jika upah naik selama ini minimal 8%/tahun jadi beban berat perusahaan, utamanya industri padat karya. Industri garmen dan elektronik, misalnya.

Jadi sebab harga pokok produksi (HPP) mahal, tidak kompetitif. Lalu pindah lokasi mencari ke daerah baru atau bahkan selama ini banyak pindah ke Vietnam. Agar usahanya selamat dan lestari berkelanjutan.

Contoh.

Perusahaan A, karyawannya 8.000 orang. Jika upah Rp 5 juta/orang, anggarannya Rp 40 miliar/bulan. Jika naik Rp 1 juta jadi Rp 48 miliar. Mendingan pindah ke daerah lain yang bisa Rp 3 juta/orang agar hanya Rp 24 miliar/bulan.

Terjadilah PHK. Biasanya ada Rp 40 miliar beredar di masyarakat untuk belanja pangan, sandang, papan dan lainnya. Jadi terhenti. Berat sekali, karena harga pangan naik tapi pendapatan tiada. Tidak aman, kejahatan meningkat.

2. Implikasi jangka panjang permanen jika pangan harga naik dan mahal. Kemiskinan sulit diatasi dan stunting kurus kerdil kurang gizi juga masih 24,4% (2022). Pendapatan per kapita hanya 30% nya Malaysia dan 50% nya Thailand.

Akibat lain kecerdasan masyarakat Indonesia tergolong rendah rerata IQ penduduk Indonesia 78,49. Peringkat ke-130 dari 199 negara ( World Population Review 2022 ). Indeks inovasi global peringkat ke-75 dari 132 negara. Indeks kompleksitas ekonomi peringkat ke-61.

Portofolio di atas, risiko Indonesia. Tidak kompetitif. Lamban majunya dibanding negara sekitarnya. Kalaupun pertumbuhan ekonomi tinggi, hanya cipta kesenjangan sosek saja (gini rasio) karena tanpa paralel dengan penambahan jumlah entrepreneur.

Lalu apa solusinya ?

1. Harus disadari betul bahwa iklim usaha Indonesia sangat jelek. Hingga dianggap juara paling ribet jika mau usaha. Selain memang kurang seriusnya membangun entrepreneurship nya. Yang berdampak sangat rendah jumlah entrepreneur nya.

2. Infrastruktur jalan dan irigasi sentra produksi pangan masih jauh dari harapannya. Harusnya bisa ditanam 3 kali, namun hanya sekali per tahun karena tiada air dan irigasinya. Begitu juga ongkos kirim mahal dan lambat, akibat jalannya tidak diperhatikan. Biaya produksi tinggi.

3. Bunga bank sangat tinggi. Pabrik pupuk kimia misalnya. Importir bahan baku, supplier, proses formulasi dan produksi, distribusi, ekspedisi, distributor dan toko. Semua memakai utang bank 12%/tahun. Terkumpul jadi beban biaya produksi pangan. Jadilah pangan Indonesia, termahal se-Asean (Bank Dunia).

4. Tata niaga tidak berpihak ke petani. Konkretnya bungkil sawit pakan ternak mutu super justru diekspor jutaan ton per tahun. Setelah jadi susu dan sapi kita impor lagi. Lucu sekali. Bukannya stop ekspor. Agar jadi rendah biaya produksi peternak kita, lalu harga jual pangan rendah. Peternak betah.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *