Saya selaku Anggota Dewan Pakar Sawit (Apkasindo) tidak setuju kalau menuduh Ukraina penyebab anjloknya harga sawit petani. Pemerintah harus mawas diri dan bertanggung jawab atas kebijakan yang memberatkan petani ruas paling hulu, dengan pajak pungutan ekspor berlebihan banyaknya.
Berikut rincian beban berat jika mau ekspor ;
1. Pajak ekspor (bea keluar) US $ 288/ton.
2. Pungutan ekspor US $ 200/ton.
3. Flush Out jika tanpa DMO DPO US $ 200/ton.
Total beban pajak pungutan ekspor US $ 688/ton setara Rp 10.320 000/ton setara Rp 2.064/kg TBS petani, jika lazim rendemen CPO 20% dari TBS.
Artinya jika itu ditiadakan maka yang TBS saat ini Rp 1.000/kg berubah jadi Rp 3.064/kg. Petani sejahtera karena HPP biaya produksi Rp 1.800/kg. Ekspor akan lancar menguras 6,3 juta ton stok CPO saat ini jadi devisa Rp 200 an triliun. Yang mutunya terancam rusak karena kadaluarsa terlalu lama dalam tangki timbun.
Penting disadari bahwa membangun sebuah bangsa adalah membangun SDM nya. Membangun kemandirian bangsanya lewat kumulatif kemandirian rakyatnya. Petani adalah rakyat mandiri. Harus terjaga keberlanjutannya. Buat apa punya angan – angan dapat pajak besar jika dibalik itu sedang proses memiskinkan 17 juta rakyatnya yang hidup dari sawit.
Sekali lagi, pemerintah mestinya mawas diri kaji ulang bahwa pungutan pajak ekspor berlebihan banyaknya hingga mengambil hak petani setara Rp 2.064/kg TBS adalah tidak manusiawi lagi. Petani pemilik bangsa ini. Anak – anak petani sawit juga punya hak menikmati masa depan lebih baik dengan pangan sehat dan pendidikan lancar. Itu terjadi jika semua pajak pungutan ekspor Rp 10.320.000/ton (US $ 688/ton) dicabut dulu.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
Dewan Pakar Sawit
HP 081586580630