Aura dunia usaha sawit saat ini, perasaan saya persis tahun 2007. Saat menjelang kebangkrutan 2008 sebanyak Rp 38 miliar. Menakutkan. Portofolionya jelas dari cash flow yang sangat tidak sehat. Hanya saja, bedanya saat ini massal akibat kebijakan pemerintah salah fatal, dulu personal saya sendiri.
Konkretnya ;
Seseorang punya kebun 10 ha,
1. Dulunya Normal 2 tahun lalu.
Omzet biasanya 10 ha x 2 ton/ha/bulan x Rp 3.500/kg = Rp 70 juta/bulan.
Modal sampai PKS biasanya 10 ha x 2 ton/ha/bulan x Rp 2.000/kg = Rp 40 juta/bulan.
Laba biasanya 10 ha x 2 ton/ha x Rp 1.500/kg = 30 juta/bulan.
2. Saat ini karena pajak pungutan ekspor Rp 2.064/kg TBS.
Omsetnya 10 ha x 2 ton/ha x Rp 600/kg = Rp 16 juta/bulan.
HPP sampai PKS 10 ha x 2 ton/ha x Rp 2.000/kg = Rp 40 juta.
Rugi. Omzet Rp 16 juta/bulan – HPP Rp 40 = Rp 24 juta/bulan.
Itu gambaran arus kas petani kelas menengah umumnya. Jika luas tanah berapa pun juga, jika tanpa punya PKS sama saja arus kasnya. Hanya beda skala saja. Tiada mungkin mampu berjalan lama jika kelasnya ratusan hingga ribuan ha. Pasti karyawannya dikurangi (PHK) tidak lama lagi.
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sama juga. Karena tangki timbun CPO penuh lalu PKS ditutup. Hingga saat ini yang tutup 123 PKS dan akan makin banyak lagi. PKS tutup, gaji karyawan tetap jalan, pemeliharaan jalan, bunga bank tidak mau tahu. Tapi tiada mungkin mampu terus seperti itu pasti pengurangan tenaga atau PHK demi sehatnya arus kas.
Ujungnya akan seperti apa jika pajak pungutan ekspor Rp 2.064/kg, jika tanpa dicabut harga di petani hanya Rp 600/kg, lalu PKS tutup makin massal dan kebun tanpa dipanen makin luas dan petani tanpa pendapatan makin massal ?
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630