Sering kali saya merenung, kenapa pendapatan per kapita di Malaysia dan Thailand bisa 2 s/d 3 kali lipatnya Indonesia. Padahal kedua negara tersebut dulunya banyak belajar ke Indonesia.
Pendapatan per kapita, salah satu indikator utama kemajuan sebuah bangsa. Misal Singapura dikatakan negara maju di Asean karena pendapatan per kapitanya sekitar 15 kali lipatnya Indonesia.
Malaysia dan Thailand sangat menghargai rakyatnya yang aktif kreatif berpartisipasi, misal petani. Caranya pajak pungutan ekspor diminimalkan agar pendapatan per kapita petani naik dan devisa dapat banyak.
Jika filosofi dan konsepnya seperti itu, wajar para petaninya semangat berkarya nyata. Konkretnya petani sawit. Karena harga sawit di petaninya bisa 3 kali lipatnya harga sawit petani Indonesia.
Petani sawit di Indonesia saat ini, harganya yang kalah jauh dibandingkan Malaysia dan Thailand. Hanya sepertiganya. Lalu jika dibandingkan antara petani dengan pemerintah Indonesia ?
1. Petani.
Harga TBS di pabrik (PKS) saat ini Rp 1.100/kg. Setara harga CPO Rp 5.500/kg jika rendemen lazim 20%. Petani merugi Rp 700/kg atau Rp 0,7 juta/ton. Karena biaya produksi (HPP) Rp 1.800/kg. Ekstrim besar ruginya petani sawit Indonesia. Luar biasa.
Kesannya janggal, tapi fakta lapangan itu adanya. Sekalipun pungutan ekspor sudah dinolkan dan dijanjikan 1 bulan lalu, bahwa hari ini harga akan kembali Rp 3.000/kg TBS. Kami para petani tetap menunggu janjinya, agar kami petani tidak merugi dan bisa hidup normal sejahtera lagi.
2. Pemerintah.
Karena masih berlaku pajak ekspor (bea keluar) US $ 288/ton dan flush out US $ 100/ton, DMO dan DPO maka total beban ke petani US $ 388/ton. Setara Rp 5,8 juta/ton atau Rp 5.800/kg. Atau Rp 1.200/kg TBS. Itulah pendapatan pemerintah. Ekstrim besarnya.
Kesannya janggal juga, pemerintah dapatnya di atas omzet petani yang investasi. Lucu tapi fakta. Padahal masih dapat PPN, PPh dan lainnya dari sawit. Petani merugi demi pemerintah dapat ekstrim besarnya. Semoga saja jadi berkah, bisa ekstrim gemuk karena menguruskan yang lainnya. Hemmm.
Wajar saja saat ini, 3 bulan terakhir banyak petani merugi. Termasuk saya. Saat ini kami sekeluarga di Thailand. Rasanya iri melihat petani di sini, dapat perhatian pemerintah ke petaninya sangat besar. Pantang memiskinkan petani kreatif inovatifnya.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
Hp 081586580630
