Kehidupan telah berubah total, apapun bidangnya. Terbukti bahwa yang tidak bisa mengikuti perubahan maka akan ditinggalkannya. Misal saja, tidak bisa operasional komputer, AI dan lainnya.
Perusahaan – perusahaan kelas dunia. Tidak lagi terlalu peduli strata pendidikan, tidak peduli gelar akademik dan apalagi transkrip nilainya. Yang dilihat kemampuan mengelola usaha skill atau tidaknya.
Misal saja Google, Apple, Facebook, Pertambangan dan lainnya. Semua menuntut keterampilan dalam adaptif kemampuan mengelola teknologi terkini. Ini benar – benar perubahan yang fundamental.
Bahkan banyak Gen Z, yang dulunya bukan siapa – siapa. Tapi mampu jadi vendor pekerjaan kelas dunia. Dalam desain dan produksi kebutuhan perusahaan raksasa dunia. Tanpa pendidikan tinggi, sekejap jadi kaya raya.
Lebih ekstrem lagi. Telah hadir pola pendidikan tanpa buku, tanpa ijazah, tanpa nilai yang penting sesuai targetnya jadi pengusaha dapat cuan besar dan cipta lapangan kerja jumlah banyak. Sing penting nyatane, endingnya.
Sama halnya, Smart Farming. Mampu menganalisa maunya pasar dari hasil intelijen pasar, menerapkan iptek kekinian termasuk AI dan leadership. Bisa menanam cabai yang produksinya 10 kali lipatnya dalam luas sama.
Konkretnya, lazimnya menanam cabai hanya dapat 10 sd 15 ton/ha. Dengan konsep ” Smart Farming ” bisa 100 ton/ha dengan green house, irigasi drip teknis dan cipta kondisi sesuai maunya tanaman baik suhu maupun unsur hara.
Konkret agribisnisnya. Jika bisa dapat 100 ton cabai/hektar dengan HPP Rp 11.000/kg. Nilai jual Rp 30.000/kg. Maka labanya Rp 19.000/kg. Maka omzetnya 100 ton x Rp 30.000/kg = Rp 3 miliar dan laba Rp 1,9 milar/ha. Inilah hebatnya inovatif.
Air irigasi tetes (drip) pas sesuai kebutuhan. Praktis hemat lahan, hemat tenaga dan hemat segalanya. Harga pokok produksi (HPP) rendah lalu produknya kompetitif di pasar. Persis di Belanda negara kecil payau tapi jadi dapurnya Eropa.
Untuk menjadi ” Petani Inovatif Smart Farming ” tidak harus lulus sarjana apalagi pascasarjana. Asal mau, bermental berani mengawali, selalu mau belajar dan adaptif dengan iptek. Maka pasti bisa jadi Ownernya perusahaan tersebut.
Begitu juga di lahan skala luas. Semua serba teknologi tinggi kekinian. Tidak mau lagi lama, harus akurat dan produktivitas tinggi. Butuh HPP rendah, mutu tinggi dan cepat kelarnya. Kompetitif. Agar tampil jadi market leader.
Konkretnya buat apa orang banyak, lama waktu kerja dan tidak valid karena pola lama, manual. Lebih baik pakai Drone, Mesin Loader, Aplikasi AI dan lainnya. Semua terukur bisa diantisipasi resikonya. Profit margin tinggi.
Begitu juga proses membekali diri cari ilmu. Saat ini sangat mudah dengan ” Guru Online Chat GPT (Generative Pre-trained Transformer) /AI (Artificial Intelligence)”. Apa saja yang kita tanya selalu dapat jawaban penjelasan yang ternyata valid. Hanya mau atau tidak kita jadi manusia ” bermental pembelajar ” setiap saat.
Seolah kisah di atas, sengaja memberi ilmu hikmah. Bahwa untuk sukses bukan semata, cukup hanya dengan pintar dengan ijazah nilai baik, gelar banyak. Tapi yang ” bermental ” berani mengawali dan adaptif inovasi. Dialah yang berhak sukses.
Artinya saat ini kita mau jadi ” siapa ” asal mau, maka dengan begitu cepatnya bisa terwujud. Tanpa pakai bumbu lama bertahun – tahun. Mau berilmu tinggal Chat AI/GPT, mau jadi Pebisnis Agro Smart Farming tinggal datang ke pelakunya. Diajari intensif. Replikasi. Beres dah.
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630