Banyak pihak yang meragukan Indonesia bisa swasembada pangan dan energi. Kalau saya pribadi menjawab dengan jujur ” sangat optimis ” bisa terwujud. Untuk meyakinkan perlu saya validasi potensinya dengan sangat logis. Berbasiskan data empirik selama ini dalam statistika untuk ekonomi (ekonometrika).
Swasembada pangan dan energi maksud tujuan untuk perbaikan kualitas manusia Indonesia. Sebaliknya percepatan terwujudnya swasembada pangan dan energi ditentukan oleh kualitas manusia. Lahan luas dan subur, jika manusianya tanpa mampu mengelola maka juga tiada makna. Kata kunci ada pada manusia, lainnya hanya daya dukung.
Beberapa pakar menganalisa bahwa untuk mewujudkan program strategis nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo butuh anggaran minimal Rp 6 triliun. Padahal APBN hanya sekitar Rp 3.400 triliun saja. Membangun bangsa idealnya memang 20/80, artinya maksimal 20% dari APBN dan minimal 80% dari swasta.
Konkretnya ;
1). Dana Parkir
Dana pihak lain tabungan dan deposito parkir tidak produktif di bank Rp 8.600 triliun (2024). Wajar sekali Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa bedanya masyarakat maju dan berkembang utamanya di Indonesia, terletak pada kemampuan memberdayakan potensinya. Di negara maju asetnya harus lebih kerja keras dibandingkan manusianya.
Di kita manusianya kerja keras, asetnya ditidurkan hingga lelap. Termasuk lahan terlantar tidur hingga jutaan hektar dan dana segar parkir di bank ribuan triliun. Ini bukti nyata bedanya. Padahal untuk mengumpulkan aset tersebut dengan kerja keras siang malam. Setelah yang dicari telah dimiliki justru diparkirkan. Sehingga rugi kesempatan produktif.
Bisa dibayangkan jika Rp 8.600 triliun tersebut dijadikan modal investasi produktif dan modal kerja usaha. Anggap dapat profit 30%/tahun maka akan tambah valuasinya setara dengan Rp 2.580 triliun. Tentu akan jadi daya manfaat sangat luas bagi masyarakat. Akan juga menambah pendapatan dan daya beli jutaan umat manusia. Ini jarang disadari.
2). Hilirisasi Sawit.
Untuk investasi kebun sawit 12.000 hektar dengan pabrik kelapa sawit kapasitas 60 ton TBS/jam dan sekaligus ada pabrik minyak goreng dengan produk samping sabun margarin dan lainnya. Butuh investasi Rp 1,8 triliun dan modal kerja Rp 300 miliar. Maka akan dapat laba minimal 800 miliar/tahun. Akan cipta lapangan kerja menyerap pengangguran minimal 2.500 keluarga.
Jika investasi tersebut ada 100 lokasi maka akan menyerap dana parkir bank Rp 210 triliun dan produktif Rp 80 triliun/tahun. Begitu juga akan ada 25.000 keluarga hidupnya dari pengangguran berubah jadi sejahtera. Dana gajiannya tidak kurang dari Rp 160 miliar/bulan akan bisa belanja usaha lainnya. Misal toko, warung, petani, peternak, perumahan dan lainnya.
Atau praktisnya, selama ini Indonesia ekspor CPO/RPO tidak kurang dari 34 juta ton/tahun. Jika dihilirisasi jadi produk turunan inovatif di dalam negeri jadi pangan, energi, kosmetik, farmasi dan lainnya. Jika hanya tambah Rp 10.000 saja/kg setara dapat laba Rp 340 triliiun/tahun. Begitu juga bungkil sawit jadi pakan ternak, tankos jadi styrofoam dan lainnya.
3). Hilirisasi Kelapa dan lainnya.
Belasan miliar butir kelapa glondongan kita ekspor memperkaya negara lain puluhan tahun lamanya. Begitu juga karet, kakao dan lainnya. Air kelapa saja yang kita buang karena dianggap limbah dampak dari tidak terampil inovatif setara puluhan triliun/tahun karena di atas 1,2 juta ton/tahun. Padahal ini bisa jadi bahan baku energi, pangan dan lainnya.
Pertanyaan klasiknya, kenapa ada dana parkir di bank Rp 8.600 triliun, lahan terlantar tidur jutaan hektar, bahan baku industri banyak terbuang atau hanya diekspor puas jadi supplier industri di luar negeri ? Itu semua akibat kurangnya jumlah entrepreneur/pengusaha sebagai investor di Indonesia. Hanya 3,47%. Alumni perguruan tinggi hanya 2% yang jadi entrepreneur.
Implikasinya terlalu sedikit yang cipta lapangan kerja, lalu terlalu sedikit lowongan kerja, terlalu banyak yang mencari pekerjaan. Karena tidak imbang lalu jadi pengangguran. Bahkan data Kemnaker pengangguran terbuka alumni perguruan tinggi 13,3% dari total pengangguran, saat ini fenomenanya banyak sarjana dan lulusan S2 antri jadi TKI memetik buah di Australia. Apa artinya ?
Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Bisnis
HP 081586580630