Di saat tahun politik seperti ini, kesempatan emas rakyat Indonesia memilih calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Ini hak mutlak kita sebagai rakyat, untuk memberikan amanat kepada calon pemimpin bangsa kita. Kita harus bijak cerdas logis terukur, siapa yang paling pantas yang patut kita beri amanat.
Pendek kata jika kita jadi petani, peternak, nelayan dan pebisnis. Butuh pemimpin yang mampu tanggap, tanggon dan trengginas serta punya signal menangkap potensi masalah rakyat jelata. Sekaligus mampu menjabarkan dalam kebijakan agar berpihak kepada kita. Agar solutif. Skala prioritas masalah bangsa kita adalah ;
1. Rasio Gini (Kesenjangan Sosial Ekonomi).
Data BPS rasio gini Indonesia 0,388. Ini sangat tinggi dibandingkan negara manapun juga. Tingginya rasio gini ancaman sangat serius bagi bangsa jadi sebab kecemburuan sosial meledakkan stabilitas nasional. Si kaya makin kaya raya jumlah orangnya sangat sedikit, si miskin makin miskin jumlah orangnya makin massal. Semua pemimpin bangsa manapun juga, memerangi alergi dengan tingginya rasio gini. Berbahaya sekali.
Solusinya hilirisasi industri inovatif agar UMP untuk karyawan naik karena produktivitasnya tinggi, dampak dari perusahaan industri inovatif tersebut punya nilai tambah jumlah sangat besar. Mengubah yang murah meriah berlimpah, jadi barang langka unik diminati pasar global. Kompleksitas ekonomi tinggi. Agar inovasi membumi. Juga perlu redistribusi kepemilikan lahan di luar Jawa utamanya agar ada pemerataan pembangunan, penduduk dan pendapatan.
2. Guremisasi Petani.
Data BPS Hasil Sensus Pertanian 2023, jumlah petani gurem (istilah pemerintah) pemilik lahan 0,5 ha/KK. Meningkat tajam Hasil Sensus Pertanian dari tahun 2003 dan tahun 2013 ada 14,25 juta KK petani. Tapi tahun 2023 jadi 16,89 juta KK petani hanya memiliki lahan 0,25 ha/KK jika ditanam padi jagung kedelai omzetnya tiada lebih Rp 40 juta/tahun, laba tiada lebih dari Rp 12 juta/tahun atau hanya Rp 1 juta/KK/bulan.
Capres Cawapres hendaknya bicara bijak dewasa matang terukur logis mencari solusinya. Bukan ” ketawa ketiwi cengengesan ” tua tapi seperti anak kecil. Ini sangat serius bagi kami. Inilah penyumbang terbesar miskin dan rentan miskin di petani peternak nelayan jumlahnya 39,8 juta KK sebanyak 49,8% (Kemenko PMK). Padahal indeks pendapatan per kapita Indonesia saat ini Rp 5,9 juta/bulan (BPS).
Solusinya naikkan indeks kepemilikan lahan petani bukan hanya 0,25 ha/KK. Dengan cara menggelorakan semangat transmigrasi lagi. Bukan narasi teoritis intensifikasi saja, makin nampak tidak tahu masalah rakyat petani sesungguhnya. Sangat percuma kita swasembada pangan, tapi tanpa ketahanan pangan, seperti saat ini. Seolah para petani gurem justru dimanfaatkan demi pangannya semua rakyat Indonesia agar ” miskin turun temurun “. Termasuk yang kaya raya makan beras dan lauknya, hasil para petani peternak dan nelayan yang 49,8% mereka miskin dan rentan miskin.
3. Minim Jumlah Wirausahawan.
Data BPS jumlah Wirausaha/Pengusaha Indonesia hanya 3,47%. Ini sangat kecil, ideal minimal 5,5% berarti kurang 2% lagi, setara 5,6 juta orang lagi. Kalah jauh dibandingkan Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Dampaknya banyak pengangguran 7,99 juta (BPS) dan TKI legal ilegal 9 juta (Kemenlu). Karena pengusaha yang cipta lapangan kerja, pembayar pajak besar rutin untuk APBN, lokomotif perekonomian bangsa dan lainnya.
Dampak dari jumlah pengusaha hanya 3,47%. Pendapatan per kapita indonesia rendah. Pembandingnya di Singapura 16 kali Indonesia, Brunei Darussalam 5 kali Indonesia, Malaysia 3 kali Indonesia dan Thailand 2 kali Indonesia. Begitu juga ketahanan pangan, indeks kecerdasan IQ dan stunting kerdil retardasi mental karena kurang gizi, dampak rendah daya beli pangan, maka ” Indonesia kalah ” dengan negara – negara tersebut. Mereka mantan murid kita.
Solusinya, harus niat baik/nawaitu dan bersungguh – sungguh/man jadda wajada, bersinergi. Membangun manusia bermutu pangannya agar cerdas IQ nya bukan hanya 78, harus bermental entrepreneur. Iklim usaha kemudahan usaha di daerah, Pemda ” harus dievaluasi ” setiap tahun. Yang gagal dihukum dan yang berprestasi diapresiasi. Para praktisi berpengalaman banyak mempraktikkan ipteks di lapangan agar dilibatkan untuk mereplikasi dirinya, dengan kisah inspirasinya.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630