Tue. Jun 24th, 2025

TIDAK KUAT DERAJAT

ByWayan Supadno

Mar 13, 2025

Dalam filosofi Jawa, ungkapan “Tidak kuat derajat” mengacu pada seseorang yang tidak mampu mempertahankan atau menyesuaikan diri dengan kedudukan atau status tinggi yang diperolehnya.

Hal ini bisa terjadi karena kurangnya kesiapan mental, moral, atau kemampuan dalam menghadapi tanggung jawab lebih besar. Akhirnya jadi sumber malapetaka. Disesali lalu kembali ke dasar jurang lebih dalam.

Makna Ungkapan “Tidak Kuat Derajat”

1). Kurang siap mental, ilmu dan pengalamannya. Mendapatkan jabatan atau posisi tinggi, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya. Terjadi karena kurangnya membekali diri sendiri. Menganggap semua mudah, akhirnya justru dapat kesulitan.

2). Terjebak dalam kesombongan. Setelah naik status, menjadi arogan, lupa diri, atau tidak lagi rendah hati, sehingga akhirnya jatuh. Bagai lupa bumi padahal masih menginjak bumi, di atas bukit masih ada gunung dan langit.

3). Gagal menjaga amanah. Tidak mampu menjalankan tanggung jawab dengan baik, sehingga kehilangan kepercayaan atau jabatan tersebut. Tiada disadari bahwa ini semua hanya sementara saja, bagai abu di atas tungku belakang.

Ungkapan ini mengajarkan bahwa kedudukan atau status bukan hanya soal pencapaian, tetapi juga soal tanggung jawab dan kesiapan untuk mempertahankannya dengan bijak. Kesempatan emas, tiada termanfaatkan.

Contoh ;

1). Sebuah keluarga menghadapi kesulitan serius. Minta pekerjaan menunggu kebun dengan segala fasilitas rumah, beras dan lainnya. Ternyata menanam bibit dengan polybag nya, otomatis kerdil semua. Lalu pemilik kebun kecewa. Sudah dinasihati. Diulangi lagi mengecewakan fatal hal lain. Di PHK. Gagal karena mental.

2). Pemuda sarjana. Pengangguran. Tidak juga mau berusaha mengawali usaha, belajar kepada yang sudah berpengalaman. Malu. Sembunyi saja di kamar. Foto wisuda di ruang tamu dicopoti semua. Karena berulang kali gagal melamar kerja. Kelebihan justru jadi beban, karena salah kelola. Dimuliakan jadi sarjana justru jadi beban mental, tidak mampu mempertanggungjawabkan.

3). Seorang pengusaha. Punya harta warisan banyak dari orang tuanya. Bukan dimanfaatkan semestinya untuk belajar ” praktik “, hanya belajar nuansa ” teoritis ” saja. Kesombongannya dipupuk terus, para karyawan yang berpengalaman bukan dijadikan pelatihnya. Justru digurui. Gagal cashflow. Bangkrut. Gagal karena arogansi lupa diri.

4). Pejabat bagai kacang lupa kulitnya. Tidak eman kehormatan keluarga besarnya. Dianggap masyarakatnya semua bisu, buta dan tuli. ” Korupsi tiada henti “. Konkret pejabat perusak bangsanya sendiri. Perusak nama baik keluarga besarnya sendiri. Makan ” uang haram ” tiap hari untuk keluarganya. Agama cuma jadi kemasan atas kejahatan ekstremnya. Gagal karena tidak kuat diangkat derajatnya oleh Tuhan.

Salam Setia šŸ‡®šŸ‡©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *