Terus terang dalam sebulan ini, saya sering diajak diskusi atau banyak pertanyaan dari tokoh – tokoh nasional kalibernya. Mungkin karena saya seorang praktisi bernuansa inovatif, selalu bersinergi dengan para ahli. Saya harus sama dekat dan sama jarak. Saya mengedepankan politik negara/kebangsaan.
1. Bagaimana ketahanan dan swasembada pangan kita ?
Ketahanan pangan kita relatif baik walaupun di Asean peringkat ke 4 setelah Singapura, Malaysia dan Vietnam. Peringkat ke 63 di Dunia. Swasembada pangan kita gejalanya makin tidak madani, ditandai impor pangan makin banyak hingga tembus Rp 330 triliun/tahun. Kedua indikator ini bisa jadi bahan mawas diri.
2. Apa sebab ketahanan pangan kita hanya peringkat ke 4 di Asean ?
Karena pendapatan per kapita sangat rendah. Pendapatan per kapita Singapura bisa 16 X Indonesia dan Malaysia 3 X Indonesia. Ini sangat mempengaruhi posisi ketahanan pangan. Karena ketahanan pangan meliputi harga terjangkau, mudah diakses, bermutu, harga stabil dan cukup ketersediaannya.
3. Apa sebab jumlah impor pangan makin tinggi ?
Karena jumlah kebutuhan dan jumlah produksi nasional tidak sebanding. Luas tanam kita sempit dan luas sawah hanya 7,1 juta hektar. Sangat tidak sebanding dengan jumlah penduduk 273,8 juta jiwa. Idealnya luas sawah kita 14 juta hektar atau indeks 500 meter/kapita. Agar cukup untuk menanam padi, jagung, kedelai, tebu dan palawija.
4. Kenapa kemiskinan di Indonesia masih tinggi ada 25,8 juta KK ?
Karena jumlah petani kita 49,8% miskin dan rentan miskin, padahal jumlahnya 29 juta keluarga. Dampak dari indeks kepemilikan lahan hanya 0,25 ha/KK ada 16,68 juta keluarga sehingga jika ditanam padi jagung kedelai laba didapat hanya Rp 1 juta/bulan. Selain itu akibat langsung dari pengangguran tinggi 7,9 juta orang, tanpa pendapatan. Kontributor kemiskinan dan rendah pendapatan per kapita nasional.
5. Kenapa indeks lahan petani makin sempit dan pengangguran dari alumni perguruan tinggi makin mendominasi hingga 13,3% ?
Ini konkret akibat dari kita gagal melahirkan pengusaha industri hilir nuansa inovatif. Yang menampung anak petani jadi karyawan agar tidak rebutan sawah warisan. Jika ada industriawan maka akan merekrut alumni kampus juga meniadakan pengangguran sarjana. Konkretnya, jika saat ini ada 100.000 pengusaha sekaliber saya maka butuh pekerja 10 juta. Nol pengangguran.
6. Apakah dengan contract farming dan mekanisasi solusi bisa nol impor ?
Itu mustahil. Itu yang ngomong pasti hanya hafal literatur teknis saja, non praktisi inovatif. Mau contract farming (ada off taker) nya, jika yang dijual hanya Rp 30 juta dengan laba Rp 1 juta, hasil panen padi jagung kedelai 0,25 ha/tahun. Maka petani hanya jadi kontributor kemiskinan terbesar di negeri ini. Mau pakai ipteks tercanggih pun tetap bukan solusi. Itu narasi non logis aplikatif.
7. Apa solusinya agar petani sejahtera dan pangan berdaulat ?
Mutlak harus diperbanyak pengusaha investor putra bangsa nuansa inovatif agar menampung hasil tani (off taker) dan cetak sawah oleh swasta dengan stimulus infrastrukturnya. Lalu dijual kredit ke petani tak ubahnya KPR rumah subsidi atau seperti plasma kredit sawit. Agar lahan pangan kita segera sesuai normatifnya 500 meter/kapita atau 14 juta hektar. Tidak hanya seperti saat ini hanya 7,1 juta hektar.
8. Stunting kita walaupun tahun 2013 prevalensinya 37%, tahun 2023 ada 21,4% tapi terbanyak ke 2 di Asean setelah Timor Leste. Apa sebab dan solusinya ?
Kita jadi orang tua yang tidak dewasa bijak cerdas jika stunting di atas 5%, karena stunting ancaman masa depan paling serius. Solusinya niat dan kesungguhan. Daya beli dinaikkan dan pendidikan publik hal stunting dikampanyekan. Sumber protein hewani murah dan omega 3 penting buat otak, yang ada di ikan patin dimassalkan produksinya, seperti yang saya budi dayakan.
9. Kalau mau meniadakan pengangguran harus banyak lapangan kerja, bagaimana solusinya ?
Jumlah pengusaha kita hanya 3,47% kalah dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. Linier dengan pendapatan per kapita. Dampaknya mereka kekurangan tenaga kerja impor dari Indonesia, kita sebaliknya. Bahkan kita justru impor pengusaha investor (PMA) karena minimnya jumlah pengusaha kita. Dengan paparan data ini, bukan berarti saya tidak cinta NKRI. Justru saya buka data fakta, pertanda saya cinta pekat NKRI kita.
10. Apa sumber masalahnya hingga pengusaha kita hanya 3,47% saja, padahal pencipta lapangan kerja, pembayar pajak besar rutin untuk APBN, lokomotif perekonomian dan penyerap hasil riset para peneliti ?
Ini multi sebab. Di antaranya ;
A. Budaya kita suka jadi priayi atau penguasa, artinya pendidikan hal kewirausahaan di keluarga sangat rendah. Tidak disadarkan mulia dan pentingnya jadi pengusaha.
B. Pendidikan formal kita, banyak hafalan teori literasi, tanpa membangun mental berani mengawali, padahal syarat mutlak jadi praktisi bisnis/pebisnis harus bermental berani melakukan secepatnya.
C. Iklim usaha belum baik, banyak pungli oknum pejabat, daya rangsang agar gemar usaha investasi produktif masih rendah, ditandai indeks kemudahan usaha di Indonesia hanya peringkat 73 di Dunia.
Salam Bangkit 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630