Fri. Sep 20th, 2024

Ilustrasi
Seseorang mulai sekolah nampak paling kerdil anatominya dibandingkan teman – temannya, kecerdasannya kalah dibandingkan lainnya dan tinggi potensi frekuensi sakit – sakitan untuk jangka panjang masa hidupnya. Produktivitas rendah, tergantung pada orang lain. Tidak kompetitif. Itulah gambaran korban stunting.

Stunting, bahasa populernya dulu busung lapar karena kekurangan protein hewani utamanya. Bahasa sekarang malnutrisi kurang gizi utamanya protein hewani. Prevalensi stunting di Indonesia tergolong tinggi 37% tahun 2013, saat ini 21,4% tahun 2023. Tertinggi no 2 di Asean dan no 5 di Dunia. Inilah ancaman serius masa depan Indonesia.

Implikasinya, tahun 2045 saat 100 tahun Indonesia merdeka. Penduduk usia 15 tahun hingga 40 tahun ada 100 juta jiwa, ada sebanyak 25 juta jiwa hidupnya tidak bisa bersaing. Ini potensi resiko yang harus diantisipasi. Tidak mustahil jabatan strategis kelas global tidak banyak diduduki oleh putra bangsa Indonesia. Apalagi yang jadi owner perusahaan hebat.

Berdasarkan kajian ekonometrika, analisa tabulasi data empirik masa lalu untuk masa depan bahwa prevalensi stunting erat korelasinya dengan rendahnya pendapatan per kapita dengan mahalnya harga pangan. Biaya hidup karena pangan di Indonesia tertinggi dibandingkan pendapatannya. Pendapatan keluarga rendah, tapi harga pangan mahal.

Artinya kalau mau meniadakan prevalensi stunting atau maksimal 5% seperti negara maju. Solusinya selain edukasi ilmu kesehatan gizi ke masyarakat sejak nikah pra proses hamil. Harus meningkatkan pendapatan per kapita, sekaligus menekan harga pangan agar murah. Pekerjaan besar kompleks jangka panjang ini butuh sinergitas penta helix.

Apa solusi agar pendapatan per kapita naik dan pangan protein hewani mudah didapat dengan harga murah wajar sekaligus para produsen yaitu peternaknya sejahtera ?

  1. Negara harus hadir membuat kebijakan iklim usaha yang merupakan jawaban atas permintaan pasar besar tersebut. Yaitu swasembada ikan tawar utamanya yang mengandung omega 3 tinggi guna meningkatkan kecerdasan otak adalah ikan patin. Ini bermutu tinggi dan mudah dimassalkan.

Pengalaman saya pribadi. Ternyata lahan kolam 1 hektar mampu menghasilkan 10.000 meter/ha x 30 ekor/meter x 1 kg/ekor usia setahun x Rp 23.000/kg = Rp 6,5 miliar lebih dalam setahun (omzet). Hanya tinggal bagaimana agar harga pokok produksi (HPP) rendah, tentu kreatif inovatif di lapangan. Bukan di kelas saja. Sehingga laba tercipta bisa besar, jadi sumber kesejahteraan petaninya.

Caranya pemerintah atau BumDes mengalokasikan pada daerah agroklimatnya cocok untuk budi daya ikan patin. Misal sewa excavator membuat kolam dan infrastruktur desa. Ideal lagi Dinas PUPR meminjamkan excavatornya ke masyarakat untuk cetak kolam massal. Dengan adanya stimulus ini akan makin bergairah. KUR Bank BRI membantu hal pakan maupun bibit inovasi.

  1. Pemerintah harus tanggap data. Bahwa impor sapi, daging sapi dan daging kerbau makin banyak hingga mengambil pangsa pasar 30%. Saat ini setara impor 2,1 juta ekor sapi jantan 350 kg/ekor dalam setahunnya. Ini berdampak pada hilangnya kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan sebanyak 800.000 KK peternak.

Caranya selain impor sapi bakalan betina produktif. Juga harus pemerataan populasi sapi. Saat ini di Kalimantan harga daging sangat mahal karena harga sapi sangat mahal. Sebaliknya di NTT populasi sapi 1,2 juta ekor dan di NTB 1,7 juta ekor sapi. Keduanya 2,9 juta ekor sapi. Potensi anaknya 2 juta ekor/tahun jantan betina dan yang betina saja 50% nya setara 1 juta ekor/tahun.

Pengalaman saya pribadi, dengan membiakkan sapi di sawitan, feses urine dijadikan pupuk dan mengembangkan hijauan pakan sapi Gama Umami dari UGM sekaligus pakannya limbah sawit bungkil solid sawit bisa Nol HPP. Dengan begitu Kalimantan bisa jadi harapan besar sentra sapi di masa depan. Sapi akan super murah jauh lebih murah dari Australia. Peternak sejahtera. Stunting tiada lagi.

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *