Sosok visioner artinya seseorang yang punya visi dan mampu mengurai penjabarannya. Maksudnya punya pengetahuan wawasan luas jauh ke depan yang terukur kualifikasi dan percepatannya. Ini sangat penting dipahami oleh kawula muda pemilik masa depan Indonesia.
Untuk menjadi sosok visioner sulit dan pilihan. Tapi bisa jika mau membangun dirinya. Banyak ” insan legendaris ” terukir indah namanya sepanjang jaman oleh masyarakat luas. Karena sifat visionernya. Karya besarnya jadi legacy atau warisan bermanfaat jangka panjang, lebih lama dari usianya.
Agar mudah dipahami oleh kawula muda. Berikut ini saya buatkan ilustrasi konkretnya yang terukur dijalankan jika kita jadi bagian dari sosok visioner tersebut. Butuh penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan aplikasi inovasi. Butuh juga pengalaman panjang fokus pada bidang yang mau dikelolanya.
Contoh Sosok Visioner pada ” Pangan Indonesia ” ;
- Data BPS terkini September 2023, jumlah penduduk 273,8 juta jiwa. Kebutuhan beras indeks 117 kg/kapita/tahun atau 2,55 juta ton/bulan atau 30,60 juta ton beras/tahun. Luas lahan baku sawah kita saat ini 7,46 juta hektar dan luas tanam padi 10,6 juta hektar atau rerata IP 140 atau 140% tanam padi dalam setahun dari luas sawah kita.
- Data BPS bahwa produktivitas padi 5,4 ton GKP/ha. Atau 2,56 ton beras/ha/musim. Data Sensus Pertanian terakhir, jumlah petani berlahan 0,3 ha/KK ada 14 juta KK. Jumlah petani muda hanya 12% dan hanya 26 % orang tua petani yang ingin mewariskan profesi petani ke anaknya, dampak dari terlihat mata kemiskinan petani turun temurun ( Penelitian Prof Farida Gubes IPB ).
- Tahun 2030, dengan pola jumlah pertumbuhan jumlah penduduk diprediksi akan 300 juta jiwa. Maka jumlah kebutuhan beras tahun 2030 adalah 117 kg/kapita x 300 juta jiwa = 35,6 juta ton beras/tahun. Jika tiada peningkatan produktivitas per hektarnya misal karena ” inovasi membumi “.
Dengan data empiris dan prediksi situasi yang akan terjadi nantinya. Maka sosok visioner membuat gagasan ” cerdas konkret terukur spesifik ” membentuk tim kajian dan pengembangannya. Guna mengantisipasi situasi yang akan terjadi di masa depan tahun 2030. Sehingga ada kesimpulan masukan dan solusinya, sebelum semua terjadi
Artinya agar tidak ada impor beras jumlah besar – besaran penuh resiko seperti saat ini tahun 2023. Dibutuhkan perluasan sawah baru sebanyak 35,6 juta ton beras/tahun : 2,56 ton beras produksi/ha = 14 juta hektar luas tanam padi. Ini ” hal mutlak “, jika tetap 5,4 ton GKP/ha, tanpa peningkatan karena inovasi membumi misalnya.
Jika luas tanam padi tahun 2030 seluas 14 juta hektar agar ada beras 35,6 juta ton. Jika tetap IP 140 seperti saat ini maka butuh luas lahan baku sawah 14 juta hektar : 1,4 = 10 juta hektar sawah. Padahal saat ini hanya ada 7,46 juta hektar. Kurang 2,54 juta hektar lagi. Harus cepat cetak sawah 2,54 juta hektar lagi. Ini logika antisipasinya.
Agar petani sejahtera dan bangga jika anaknya jadi petani maka mutlak harus punya sawah tanam padi minimal 4 hektar/KK. Dengan begitu laba yang didapat akan minimal Rp 150 juta/KK/tahun, sudah bisa masuk kategori penduduk negara maju yang syaratnya pendapatan per kapita harus Rp 150 juta/tahun atau minimal Rp 10 juta/bulan.
Agar visi terwujud, pangan beras swasembada dan petani makmur sejahtera. Harus diubah pola pikir dasarnya. Dari suka bansos dan subsidi jadi swadaya mandiri inovatif. Libatkan investor pangan cetak sawah lalu dikreditkan KUR ala KPR Rumah Subsidi. Tak ubahnya PIRBun Sawit, kredit bank dilunasi dari hasilnya.
Pengembang / Developer Cetak Sawah Food Estate dilibatkan dalam membuat skim formulanya. Agar jadi daya rangsang ikut melibatkan diri dengan bekal ilmu dan pengalaman serta kapitalnya. Sehingga beban APBN tidak berat kalau hanya subsidi uang muka atau DP atau self financing saja. Indonesia akan jaya karena petaninya.
Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630
Butuh Gerakan : “Tanam apa yang anda makan dan makan apa yang anda tanam”