Wayan Supadno.
Empiris.
Kali ini tanpa rasa malu, akan mengisahkan masa lalu saya apa adanya. Agar kita dapat ilmu hikmahnya, buat bekal ke depan. Karena niat baik demi kebaikan masa depan Anak Bangsa Indonesia, calon pemikir Indonesia ke depan.
Jujur, kecil saya teramat nakal. Lahir di keluarga petani sangat bersahaja, lalu transmigrasi. Saat SD tidak naik kelas 2X. Nyaris bisu hingga sering dipanggil Si Bisu atau Si Bandel atau Si Bodoh. Tukang adu ayam jago dan gembala kerbau di hutan jati.
Untungnya dapat asupan pangan bergizi. Di SD Katolik Banyuwangi Selatan. Disiplin tiap Senin dan Kamis dapat jatah susu segar. Porsiku berkali lipat, kadang 5 gelas. Karena banyak siswa muntah – muntah kalau minum susu, jadi jatahku.
Saya juga maniak telur, ayam kampungku banyak. Makanya tukang adu ayam jago. Tiada hari tanpa telur ayam. Sering mencuri telur ayam milik tetangga, apalagi kalau ada sajen misal hajatan. Telurnya selalu saya curi. Semua orang tahu itu.
Hingga dijatah oleh orang tuaku, hanya ditusuk paku agar awet seharian. Kadang telur mentah, kadang telur setengah matang. Puluhan ayam bertelur di tumpukan kulit kedelai cadangan pakan sapi atau kerbau. Bebek juga banyak, ukuran orang desa.
Di SMPN Kalibaru Banyuwangi, kos masak sendiri. Membawa beras, telur banyak dan susu bantuan dari Balai Desa yang tidak laku. Hingga mengeras sebesar setengahnya bola voly. Karena tidak laku, di desaku banyak yang tidak mau. Jadilah jatah rutin minum susu pagi dan sore.
Saat SMA N 1 Singaraja Bali. Sama persis, kos masak sendiri. Bekal dari Banyuwangi juga beras, telur dan susu kedaluwarsa tidak laku. Bantuan WHO lewat Balai Desa. Rutin saya kerok memakai sendok atau pisau dapur, karena sudah mengeras.
Vitamin dari buah. Saya rasa cukup. Karena Kakek dan Orang Tua disiplin menanam buah pisang, jeruk, mangga dan lainnya. Tiada pernah kehabisan buah. Keluarga swasembada buah. Bahkan Nenek sering menjual buah pisang demi beli pakaian buat anak cucunya, jika ke pasar.
Sering saya merenung setelah tahu persis data bahwa stunting balita Indonesia Juara- 2 terjelek se Asean setelah Timor Leste dan Juara- 5 terjelek se Dunia. Tahun 2022 masih 24,4%. Batas WHO 20% saja. Tahun 2013 masih 37,2% stuntingnya. Tapi target janji Pak Jokowi tahun 2024 hanya 14% saja.
Ilmu hikmahnya, bukan saya ke GR an. Sangat saya syukuri lahir di keluarga paham kesehatan. Paham pentingnya pangan bermutu. Paham betul mencegah stunting bukan berarti harus mewah dan mahal. Bisa dicegah dan diminimalkan dengan memberdayakan potensi lahan pekarangan.
Terpenting, Orang Tua dan Kakek Nenek, seolah tahu dampak stunting sangat berbahaya jangka panjangnya. Wujudnya bisa kerdil, mudah sakit dan rendah produktivitasnya serta tidak kompetitif, bahkan hidupnya bisa tergantung pada orang lain. Kasihan. Puji syukur, bukan korban stunting.
Mari kita bangun kesadaran masyarakat sekitar kita. Pentingnya pangan cukup dan bermutu. Cegah stunting. Pangan bermutu bukan berarti harus mewah . Ingat negeri ini dititipi oleh Leluhur pendahulu kita agar menyiapkan generasi penerus lebih baik dari kita. Dengan bekal budi pekerti dan kekayaan alam berlimpah.
Ingat. Generasi paling gagal adalah generasi yang gagal menyiapkan generasi penerusnya lebih baik lagi.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630