Wed. Feb 19th, 2025

Menurut data BPS bahwa populasi sapi di Indonesia tahun 2021 sebanyak 17,97 juta ekor, tahun 2023 sebanyak 18,61 juta ekor. Tapi tahun 2023 BPS melaporkan hasil Sensus Pertanian 2023 bahwa populasi sapi di Indonesia hanya 11,79 juta ekor.

Sedang proses depopulasi sapi, ini mengerikan jika tanpa antisipasi cepat. Walaupun kebutuhan daging sapi Indonesia hanya 2,57 kg/kapita atau setara 720.375 ton/tahun. Terjadi defisit 453.000 ton setara 2,5 juta ekor/tahun. Harus impor.

Artinya jika tidak impor berturut – turut selama 5 tahun akan terjadi kepunahan sapi di Indonesia. Konkretnya 2,5 juta ekor x 5 tahun = 12,5 juta ekor. Setara jumlah populasi sapi Indonesia saat ini. Kita gagal total fatal, sangat tidak bijak dan tidak cerdas.

Jika terus terjadi depopulasi sapi, tiada artinya kita membayar pajak untuk APBN mendanai Kementan Cq Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. APBN juga buat mendanai banyaknya Fakultas Peternakan dan Kedokteran Hewan, selama ini.

Solusinya ?

Negara, pemerintah sebagai penyelenggara harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kondisi ” sangat memprihatinkan ” ini. Sebagai negara berdasar Pancasila, yang beradab harusnya tanggap cepat reaktif yang solutif konkret terukur bisa dikaji ulang dengan fakta ini.

Logika dasarnya, harus menambah populasi sapi. Caranya harus menambah jumlah kelahiran sapi secara signifikan. Agar banyak kelahiran pedet, maka harus ditambah jumlah sapi indukannya, sebagai pabrik pedet anak sapi. Ini esensinya peternakan. Breeding is leading.

Caranya sangat sederhana. Relokasi anakan sapi betina dari sentra sapi ke Kalimantan sebagai sentra pakan sapi yang murah meriah karena berlimpah. Agar harga pokok produksi (HPP) sapi rendah, lalu kompetitif. Agar peternak sapi di NTT, NTB dan Sulawesi dapat pasar harga wajar.

Sekaligus cipta lapangan kerja masyarakat pedesaan dan meminimalkan stunting kurang protein hewani. Selain itu harus impor betina produktif yang bisa melahirkan setara jumlah impornya 2,5 juta ekor/tahun. Setara 6 juta ekor indukan sapi. ” Bukan impor daging dan sapi siap potong “.

Agar tidak menguras APBN, cukup dengan subsidi parsial saja. Misal impor sapi betina ke Australia lalu dipasarkan ke Kalimantan harga Rp 10 juta/ekor. Karena harga sapi betina bakalan dari Australia sampai Indonesia hanya Rp 10 jutaan/ekor. Nyaris Nol APBN.

Artinya masyarakat dicipta kondisikan agar makin mandiri. Bukan dididik berkarakter jelek yaitu bansos dan bansos melulu. Strategi sangat sederhana, mudah dan aplikatif nuansa entrepreneurship seperti ini yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat madani.

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *