Fri. Sep 20th, 2024

Sadarkah kita selama ini hanya sebatas seolah puas jadi vendor/supplier bahan baku di negara maju dan mereka penikmat nilai tambah teramat besar puluhan tahun ?

Misal ;

1. CPO harga Rp 13.000/kg, jadi di atas Rp 40.000/kg karena diubah dengan inovasi dan modal penyerta tidak seberapa jadi migor, biodiesel, farmasi, kosmetik dan lainnya.

2. Limbah sawit bungkil harga pokok produksi (HPP) Rp 2.000/kg jadi pellet pakan ternak Rp 3.500/kg, lalu jadi susu dan daging bernilai tinggi cipta lapangan kerja besar – besaran di pedesaan.

3. Tankos limbah sawit dari HPP Rp 1.000/kg jadi wood pellet Rp 2.000, diubah jadi listrik (PLTU), harga jual listrik murah lalu HPP rendah semua produk murah dan kompetitif.

4. Kelapa Rp 6.000 jadi Rp 60.000, karena jadi VCO, pembalut wanita, jok mobil, karbon aktif, nata de coco dan lainnya. Nilai tambahnya sangat besar hanya untuk negara yang tanpa punya kebun kelapa, padahal kebun kelapa kita terluas di dunia 3,1 juta hektar.

Masih sangat banyak lagi contoh fakta lapangan, negara subtropis miskin bahan baku industri hilir inovatif jadi negara maju kaya pendapatan per kapita berkali lipatnya Indonesia, hanya karena hilirisasi inovasi industri hilir.

Justru sebaliknya negara kaya bahan baku di kawasan tropis justru jalan di tempat karena sudah puas jadi vendor/suppliernya saja atau tidak mau inovatif yang mandiri.

Solusinya ?

Tidak cukup hanya dengan wacana berteori ria. Butuh eksekusi dan implementasi lapangan. Oleh para investor praktisi bisnis bermental inovatif entrepreneurship yang didukung iklim usaha yang ” menyenangkan tidak menjengkelkan ” dan iklim riset hilirisasi inovasi membumi.

Salam Mawas Diri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *