Saat ini pasca pandemi covid 19, perang Rusia Ukraina dan perubahan iklim ekstrim. Harga pangan dan energi melambung tinggi. Salah satu sebabnya sarana produksinya mahal sekali.
Barang impor naik 2 kali lipatnya, termasuk pupuk kimia anorganik dan pestisida herbisida. Karena memang bahan bakunya 90% impor. Indonesia tidak punya tambang Kalium dan Phospat.
Bahkan pupuk NPK siap pakai dan Za juga impor makin besar karena kapasitas produksi kita jauh di bawah kebutuhan nasional. Jika tidak impor juga jadi masalah lebih besar lagi.
Ini ancaman serius dunia termasuk Indonesia, apalagi jika tergantung secara ” emosional ” ke pupuk pestisida herbisida kimia impor. Bisa remis bahkan merugi. Tidak bisa menyalahkan keadaan atau pemerintah. Ini global.
Sebab utama Indonesia jadi importir terbesar pupuk kimia dan bahan bakunya, pestisida dan herbisida kimia. Karena mutu petani kita rendah. Dominan lulusan SD dan usia tua. Yang usianya di bawah 40 tahun hanya 12% (sensus pertanian terakhir).
Yang sarjana pertanian jadi praktisi tani tidak ada 0,5%. Padahal puluhan ribu sarjana pertanian diwisuda per tahunnya, selama puluhan tahun lamanya. Ini pemborosan APBN pajak rakyat ekstrim jumlahnya dan tersistematis.
Begitu juga pada peternakan sangat minimal jumlah praktisi ternak yang berbasis sarjana peternakan, agar cara beternaknya baik dan benar sesuai ilmu pengetahuan teknologi inovasi. Agar harga pokok produksi (HPP) rendah, kompetitif.
Dampaknya, sangat minim yang bertani logis inovatif, kebanyakan emosi. Hebatnya hanya pada tataran debat seminar dan seminar teoritis dibahas yang melangit. Non membumi praktis inovatif. Non solutif konkret, non suri tauladan lapangan.
Petani tanpa punya haluan tempat bertanya dan tempat meniru yang ada sukses di lapangan. Ini sangat penting. Impor pangan membesar karena kurang jumlah produksinya, akibat kurang luas tanamnya, akibat kurang jumlah praktisi inovatifnya.
Contoh konkretnya ;
1. Menanam sayur musiman saja memakai pupuk kimia impor mahal. Padahal dengan pupuk organik dan hayati (Bio Extrim & Hormax) lebih jumbo super.
Mengatasi jamur patogen saja memakai pestisida kimia impor mahal hingga putih pekat seperti dimandikan. Sangat berbahaya bagi kesehatan. Padahal dengan hayati Trichoderma sp saja bisa.
2. Menanam padi, nampak kerdil kuning utamanya daun tua. Dihajar dengan emosi non logis, NPK kimia impor Rp 15.000/kg tanpa perubahan bahkan jadi remis atau rugi.
Padahal cukup dolomit Rp 800/kg dan organik hayati (Bio Extrim & Hormax) jadi super duper. pH rendah (masam). Jika dipupuk 1 ton NPK impor pun tiada guna. pH rendah NPK terikat Al, Mn dan Fe. Tiada guna.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630