Wayan Supadno
Artinya cara berproses jadi pelaku usaha dari nol. Dengan langkah kecil perdana hingga usahanya jadi besar. Hidupnya bermanfaat nyata bagi orang lain jumlah banyak.
Sekalipun tanpa harta warisan wujud usaha sudah jalan, belum memiliki ilmu maupun pengalaman, tanpa backing orang elite, belum punya karyawan dan lainnya.
Berikut pengalaman saya mengawali usaha dari nol. Sering saya jadikan jawaban atas pertanyaan mahasiswa saat saya jadi dosen tamu di bidang entrepreneurship.
Didata staf saya sudah 84 kampus yang mengudang saya, baik pembekalan wisudawan, seminar atau praktisi mengajar mulai mahasiswa D3 hingga S3.
1). Apa yang harus disiapkan kalau mau jadi pengusaha ?
Hal mutlak harus punya komitmen selalu membangun dan mengembangkan diri. Utamanya mental, intelektual dan keterampilan. Yang lainnya akan didapat dengan berjalannya waktu berproses.
Contoh ;
Menentukan ide bisnis (intuisi) ini akan skill jika dilatih dengan pemberdayaan panca indra secara optimal, apa yang jadi ” masalah masyarakat “, lalu dicari solusinya jadi bisnis. Intuisi tersebut divalidasi dengan ” daya nalar analisis” nya.
2). Sumber permodalan dari mana dan minimal berapa banyak ?
Harus disadari bahwa modal bisnis bukan uang. Melainkan kepercayaan. Maka harus dijaga nama baiknya agar jadi ” merek perorangan ” lalu jadi magnet pemodal datang mendukung usahanya, bagi hasil misalnya.
Contoh ;
Masalah masyarakat hasil panen terlalu murah, dibantu dipasarkan ke daerah lain yang bisa beli mahal. Masyarakat kesulitan barang langka dan mahal, dicarikan sumber yang murah. Bisa dimodali orang lain. Nol modal.
3). Bagaimana ilmu pemasaran dan cara membentuk jaringan pasarnya ?
Bergabung dengan komunitas praktisi bisnis. Di sanalah sumber ilmu bisa dipilah pilih yang praktis lalu ditiru dengan modifikasi. Ibarat burung, yang sejenis akan hinggap di dahan dan berkicau yang sama seirama.
Contoh ;
Masyarakat dalam Group Medsos akan berkeluh kesah harga panenan. Di balik keluh kesahnya itulah, sesungguhnya kita sedang dihidangkan sebuah ” peluang bisnis ” yang nyata ada. Lalu diberi solusi dengan ” aksi bukan teori “, dapat rejeki.
Lambat laun akan skill berkomunikasi yang ” menyenangkan dan produktif ” bagi banyak pihak. Bukan yang ” menjengkelkan ” dan bukan juga hanya sekedar cipta ” limbah waktu ” saja. Endingnya, semua pihak bahagia produktif karena dapat solusi masalahnya.
Lambat laun juga, akan terlalu sibuk lalu merekrut orang lain yang tidak sibuk (pengangguran) agar membantu menuntaskan usaha kita. Dapat imbalan jasa (gaji). Terus dan terus seperti itu makin banyak membentuk piramida organisasi bisnis.
Laba dari modal dagangan orang lain, terkumpul jadi modal sendiri. Lalu tanpa banyak melibatkan modal orang lain. Terkecuali peluang bisnisnya terlalu besar, mau ekspansi kurang modal, barulah memakai dana perbankan.
Begitu juga soal tenaga kerja, secara otomatis akan terbentuk karyawan tetap dan borongan ke pihak lain. Yang tetap menyelesaikan teknis rutin. Yang borongan oleh ahlinya, misal akuntan publik saat kontrol keuangan, maupun notaris saat butuh legalitas.
Ilmu hikmahnya, bahwa jadi pelaku usaha baik pengusaha, pebisnis atau pedagang. Tidak harus pintar dulu. Tidak harus punya modal banyak dulu. Tidak harus punya jaringan hebat dulu. Tidak harus punya karyawan banyak dulu.
Yang harus didulukan adalah ” aksi tindakan nyata pertama “, pasti akan gagal jatuh bangun karena tertipu atau salah estimasi atau sebab alam dan lainnya. Lalu dikaji ulang dicari sebabnya. Diulangi lagi aksi nyata dengan ilmu hikmah langkah sebelumnya untuk menyempurnakan langkah berikutnya. Itu saja. Titik.
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Agribisnis
HP 081586580630