Kelapa di Indonesia, ada sejak jaman kerajaan ribuan tahun silam. Begitu dinamisnya jadi tulang punggung perekonomian sejak jaman itu hingga sekarang. Namun begitu dinamisnya tantangan yang dihadapi. Di balik peluang yang dimiliki kelapa.
1). Luas kebun kelapa.
Memang benar kebun kelapa di Indonesia terluas di dunia saat ini 3,1 juta hektar. Itupun 87% sudah usia puluhan tahun saatnya diremajakan. Menyusut awalnya 3,7 juta hektar. Usia tua jadi sebab produktivitasnya hanya 1,5 ton/ha/tahun. Kalah dengan Filipina 3 ton/ha/tahun.
Kebun kelapa di Indonesia 98% milik rakyat dan hanya 2% milik perusahaan besar. Sehingga sangat jauh dari sentuhan inovasi. Ini jadi sebab bagian dari kelapa bernilai hanya jadi limbah. Beda jauh dengan Filipina makanya dana hasil ekspor (DHE) devisa kelapa Filipina lebih unggul dari Indonesia.
2). Kampanye hitam.
Masyarakat kita paling suka diadu domba oleh asing. Sejak dulu dan sekarang. Termasuk adu domba soal kelapa dan sawit. Antara tahun 1980 sd 1990 kampanye hitam kelapa lalu banyak ditebangi. Karena dianggap sebab kolesterol dan sakit jantung.
Padahal salah besar karena pada minyak nabati kelapa maupun sawit tiada kolesterol. Tahun 2021 sd 2023 ada kampanye hitam lagi hal karbon aktif yang terkenal mahal karena manfaatnya sangat banyak, bahan bakunya dari tempurung kelapa. Tudingan merusak hutan. Perang dagang saja.
3). Kekurangan Industriawan.
Putra bangsa Indonesia sangat minim yang jadi investor/pengusaha bidang industri nuansa inovasi untuk menghilirisasikan hasil bumi, termasuk kelapa. Gagalnya pendidikan kita dalam melahirkan pengusaha/wirausaha/pebisnis inovatif. Ini berimplikasi hampir 100% pabrik kelapa yang bisa dihitung jari adalah PMA.
Pabrik skala menengah besar minyak goreng, VCO, karbon aktif asal tempurung kelapa, makanan minuman bahan kelapa dan lainnya. Hampir semuanya milik Asing. Kita buruhnya saja. Ironisnya lagi kita suka memperkaya RRC dan Malaysia, cukup jadi eksportir supplier bahan baku kelapa gelondongan.
4). Inovasi non membumi.
Ratusan triliun pajak rakyat jadi APBN mengalir ke peneliti Profesor Doktor seolah hanya jadi pemborosan super besar berkelanjutan. Karena tidak membumi on market. Hanya berujung di jurnal ilmiah untuk naik pangkat dan jabatan saja. Invensi hasil penelitian hanya di lemari. Bukan di industri/pasar.
Ini jadi sebab utama kelapa kita terbengkalai luasnya menyusut hampir 0,6 juta hektar itupun tua semua. Pohonnya sangat tinggi sehingga biaya petik mahal harga pokok produksi (HPP) tinggi lalu non kompetitif. Selain itu banyak komponen kelapa multi guna hanya jadi sampah limbah menggunung di mana – mana.
5). Iklim usaha.
Iklim usaha adalah kewajiban mutlak negara. Tak ubahnya di Thailand. Saya melihat sendiri begitu dimanja oleh pemerintahnya. Perijinan mudah cepat, jalan produksi, irigasi dan sarana transportasi kelapa sangat bagus, akses ekspornya rendah pajak agar bersaing di pasar global lalu serapan pengangguran besar – besaran.
Kalkulasi logisnya, pengusaha sebagai investor akan sangat semangat investasi. Bahkan mau pinjam dana bank jumlah besar jika biaya penyerta ongkos kirim murah hanya Rp 50.000/ton karena jalannya bagus beraspal. Sebaliknya akan malas jika jalan jelek tanpa PLN lagi, berdampak ongkir bisa Rp 350.000/ton kelapa.
6). Prospektif kelapa.
Kelapa sangat cerah masa depannya. Paralel cerahnya Indonesia. Salah besar jika Indonesia gelap ! Karena kelapa kekinian banyak inovasi yang menjanjikan. Misal saja jadi Bioavtur pasarnya sangat besar linier dengan semangat menjaga iklim di bumi kita. Selain itu di RRC yang penduduknya 1,4 miliar makin digemari minum kopi susunya dengan santan kelapa.
Bukan lagi dengan susu sapi maupun susu kambing yang banyak kolesterolnya. Penduduk dunia sudah sadar pentingnya hidup sehat dirinya dan sehat juga alamnya. Ini akan jadi sumbu ledak dahsyat permintaan kelapa di masa depan. Ini peluang emas Indonesia, ditanam di lahan kehutanan jutaan hektar gundul bekas pembalakan liar puluhan tahun silam.
Ilmu hikmahnya. Kelapa kita hancur tua – tua dan menyusut dari 3,7 juta hektar tinggal 3,1 juta hektar. Itu karena kita kurang solid. Mudah diadu domba Asing. RRC dan Malaysia pendapatan per kapita 2,5 kali Indonesia, itu karena kita yang ” memaksa RRC dan Malaysia ” kaya raya karena ekspor kita hanya bahan baku kelapa glondongan miliaran butir.
PMA industri hilir kelapa jadi karbon aktif, VCO, nata decoco menguasai di Indonesia. Impor gula kelapa besar – besaran rutin dari Birma, Vietnam dan lainnya untuk industri kecap. Itu karena kita gagal mendidik anak muda, tidak mampu melahirkan pengusaha inovatif. Bisanya cuma cari kerja, termasuk jadi TKI.
Salam Inovasi š®š©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630