Fri. Jun 27th, 2025

Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya begitu memukau dunia. Tanpa teks dengan jiwa berapi – api, terkonsep dengan sistematis sejak awal hingga penutup pidatonya. Arahnya jelas yang mau dituju dan ruang lingkup target batas gerak majunya.

Di antaranya swasembada pangan dan energi terbaharukan. Begitupun peluang dan ancamannya, juga dipaparkan. Jiwa patriotiknya nampak jelas. Mengapresiasi semua pemimpin sebelumnya. Mengajak bersatu semua anak bangsa.

Tiada yang mustahil asal semua hati terpanggil jadi bagian dari solusi. Saya selaku petani/peternak/pebisnis agro rasanya dapat energi positif yang luar biasa bernilainya. Saya meyakini 90% masyarakat pertanian sama dengan saya. Bahwa harapan besar telah tiba !

Mungkin sebagian masyarakat ada saja yang berpikir negatif duluan. Ini yang biasanya yang berjiwa pesimistis, kurang aksi tapi kebanyakan narasi, berjiwa serba terlihat salah siapapun pemimpinnya (sarwo waton suloyo/Bahasa Jawa) dan yang biasa kurang bersyukur dengan kenyataan.

1). Lahan Masyarakat Pertanian.

Data Sensus Pertanian oleh BPS 2023, jumlah petani 29,36 juta dan 27,37 juta keluarga adalah rumah tangga petani. Ironisnya dari sebanyak itu pemilik lahan di bawah 0,5 ha/KK ada 16,68 juta keluarga. Anehnya lagi ada 15,5 juta keluarga petani tersebut usahanya di bidang tanaman pangan.

Tugas terberat dan darurat Presiden Prabowo Subianto, jika tidak mau lagi melihat ada kemiskinan dan impor pangan. Harus secepatnya bisa meredistribusi ” kepemilikan lahan pertanian “. Data BPS 2023 ada 48,86% rumah tangga miskin di Indonesia berasal dari sektor pertanian.

Karena kemiskinan di pedesaan 12,36% utamanya profesi petani dan perkotaan hanya 6,77%, BPS 2023. Sebab utama kemiskinan dan rentan miskin petani pangan karena lahannya hanya 0,3 ha/KK. Dengan lahan 0,3 ha omzetnya maksimal Rp 40 juta/tahun, laba Rp 15 juta/tahun setara Rp 1,3 juta/bulan.

Sisi lain, segelintir orang bisa menguasai lahan pertanian/perkebunan hingga ratusan ribu hektar. Dengan laba triliunan/tahunnya. Apalagi sejak UU yang direvisi oleh DPR RI, dulunya plasma 80% lalu diubah jadi wajib 20% dan sekarang tanpa plasma untuk rakyat. Ini sebab rasio gini tanah, makin lebar menganga.

Solusinya, harus cetak sawah minimal 5 juta hektar di lahan rawa gundul yang masih jutaan hektar sejak jaman orde baru. Untuk petani muda inovatif. UU Inti Plasma kebun harus dikembalikan 80% untuk plasma rakyat, 20% untuk inti dan pabriknya. Akan makin cepat adil jika semua pabrik kelapa sawit (PKS) harus berbagi saham ke petaninya.

Paling ideal, ada lembaga atau badan tersendiri setingkat kementerian yang mengelola sawit. Karena sawit kita 16,38 juta hektar, PDB nya sekitar Rp 1.600 triliun setara 6% dari PDB. Agar badan/lembaga tersebut fokus mengelola sawit hulu hilir agar PDB Sawit Rp 5.000 triliun karena hilirisasi. Seperti Malaysia dalam kelola sawit dan Sri Lanka ada Kementerian Kelapa.

2). Hilirisasi Hasil Bumi.

Sebab Indonesia pendapatan per kapitanya hanya 6% dari Singapura dan 30% dari Malaysia. Karena kita puas jadi eksportir bahan baku harga murah ke industri inovatif di luar negeri. Inilah tantangan Presiden Prabowo agar bisa menghentikan ekspor bahan mentah murahan.

Ekspor bahan mentah distop, industri hilir inovatif distimulus agar banyak investor putra bangsa. Agar industri hilir inovatif dapat bahan baku tidak kalah dengan eksportir, cipta lapangan kerja, dapat pajak dan devisa dari produk jadi. Menjabarkan kompleksitas ekonomi, mengubah bahan baku jadi beragam langka mahal dengan inovasi.

Konkretnya, kelapa kalah devisanya dengan Filipina padahal kebun kelapa kita terluas di dunia 3,1 juta hektar. Karena kita suka ekspor bahan mentah. Sawit 34 juta ton/tahun, ekspor CPO dan RPO memperkaya negara lain. Oleh mereka diubah jadi pangan, farmasi, kosmetik dan lainnya. Lalu diekspor lagi dengan harga mahal.

Begitu juga hasil bumi lainnya. Sekali lagi, negara kita belum maju pendapatan per kapita hanya 6% dari Singapura, sekalipun kebun luas, mereka cepat maju pendapatan per kapita tinggi karena dapat nilai tambah sangat besar, sesungguhnya kita yang memperkaya mereka. Misal ekspor cocopeat, daun mahoni, salam, jati, kakao, kopi, bungkil sawit dan lainnya.

Terpenting, regenerasi praktisi inovatif. Petuah bijak, ” Jika mau melihat masa depan sebuah bangsa di masa mendatang, lihatlah anak mudanya saat ini “. Indeks inovasi global Indonesia peringkat 54, indeks kompleksitas ekonomi peringkat 97 dan hanya ada 4 dari 4.000 an Perguruan Tinggi Indonesia yang masuk 500 perguruan tinggi terbaik di dunia. Ini raport sektor pendidikan kita.

Salam Berdaulat 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Agribisnis
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *