Wed. Sep 18th, 2024

Saat ini Indonesia sedang cetak sawah lahan rawa di Sumatera Selatan dan Merauke Papua. Target minimal luasnya di kedua lokasi tersebut 1,5 juta hektar.

Ribuan alat berat excavator sedang dikerahkan untuk misi tersebut. Potensi beras didapat 1,5 juta hektar x 7 ton beras/ha/tahun = 10 juta ton beras/tahun. Karena lazimnya 1 musim tanam dapat beras 2,56 ton/hektar.

Prediksi saya, anggaran cetak sawah saja tidak kurang dari Rp 35 juta/ha, sarana prasana mekanisasi modern dan penggilingan padi sekitar Rp 15 juta/hektar.

Indeks investasinya Rp 50 juta/hektar. Total investasinya 1,5 juta hektar x Rp 50 juta/hektar = Rp 75 triliun. Potensi omzet beras 10 juta ton beras x Rp 15.000/kg = Rp 150 triliun/tahun.

Keberanian pemimpin memutuskan kebijakan politik anggaran APBN ke pangan seperti di atas yang dibutuhkan Indonesia. Agar pangan dan energi berdaulat. Dasar kalkulasi logis di atas maka mudah mewujudkan visi jadi realisasi.

Tinggal melibatkan yang sudah berpengalaman dan jiwanya merah putih sejati, tanpa banyak kepentingan pribadi dan golongan. Kadang banyak kepentingan lalu mengorbankan kepentingan rakyat, bahkan ada yang koruptif.

Nampaknya dengan makin banyaknya pangan impor, utamanya beras belakangan ini. Ternyata telah diambil ilmu hikmahnya oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Dianggap mengilhami lalu dibuat target harus cetak sawah 4 juta hektar, secepatnya. Konsekuensi logisnya, harus ada politik anggaran APBN Rp 50 juta/ha x 4 juta hektar = Rp 200 triliun. Ini logikanya.

Artinya, visi misi hanya akan jadi ilusi saja. Jika tanpa ada aksi politik berpihak, mengalokasikan anggaran APBN jumlah besar tersebut. Sekali lagi, butuh figur pemimpin yang berani memutuskan APBN porsi besar ke sektor pangan.

Karena selain akan swasembada pangan juga akan tercipta lapangan kerja di pedesaan jumlah jutaan. Pedesaan tidak lagi jadi sentra kemiskinan. Tidak hanya berhenti di situ saja, implikasinya.

Selain pangan akan berdaulat, petani sejahtera, transfer iptek modern mekanisasi pertanian dan lainnya. Juga akan jadi daya dorong anak muda terinspirasi, ternyata jadi petani menjanjikan.

Lalu pada gemar belajar pertanian. Proses regenerasi insan pertanian kembali bergairah. Karena petani rohnya pertanian sekaligus rohnya sebuah bangsa, termasuk Indonesia.

Itu baru masalah beras saja, masih banyak lagi pangan lain yang tidak kalah pentingnya agar tiada lagi stunting. Gagal tumbuh kembang pada anak karena malnutrisi kronis. Berdampak kerdil, retardasi kecerdasan dan daya saingnya ke depan.

Sehingga harus juga swasembada sapi dan susu. Karena itu sebab utamanya. Terjadinya stunting masih 21,6% (BPS 2023) hampir terbanyak di Asean karena kurang asupan pangan bergizi tinggi, utamanya protein hewani.

Sekalipun indeks asupan susu dan daging di Indonesia masi tergolong sangat rendah. Tapi selama ini sumbernya masih banyak impor. Susu, sekitar 82% dari total kebutuhan kita dari impor. Walaupun pakannya dari Indonesia, bungkil sawit.

Sapi dan daging kerbau sapi, juga impornya meroket hingga setara 2,5 juta ekor/tahun. Ini semua butuh ” politik anggaran pangan ” dari APBN agar berpihak. Harus impor sapi pedaging indukan 6 juta ekor dan sapi perah 7 juta ekor.

Setidaknya indeks Rp 20 juta/ekor atau setara totalnya Rp 260 triliun. Yang ke depannya juga akan jadi lapangan kerja masyarakat pedesaan agar madani makmur sejahtera mengisi besarnya potensi pasar Indonesia.

Salam Berdaulat🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *