” Hiburan cerita tiada akhir adalah judul cerita tentang komandannya. Maka jangan biarkan pasukanmu menganggur dan berkumpul. Kalau tidak mau jadi judul cerita tiada akhir. ” Begitulah pesan Guru Pelatih Militer yang sering disampaikan saat mengajar hal kepemimpinan lapangan.
Artinya jika jadi pemimpin harus punya jadwal dengan jelas apa saja rangkaian kegiatan pasukannya dari waktu ke waktu. Harus ada kegiatan dan produktif. Yang nyata bermanfaat bisa dirasakan. Jika tidak, maka jadi bumerang akan ngrasani membicarakan komandannya. Itu hiburannya.
Begitu juga jadi pemimpin formal maupun non formal. Mulai Kades, Bupati hingga Presiden. Harus bisa cipta kondisi agar semua sibuk produktif. Semua harus sibuk. Jika dirinya tidak mau jadi judul cerita. Jika menganggur dominan ceritanya tentang negatifnya yang memimpin/komandan.
Maksudnya agar semua unsur pimpinan agar bisa cipta kondisi terbangunnya iklim usaha. Faktor – faktor yang mempengaruhi agar masyarakat ada ide gagasan intuisi bisnis. Lalu lahir kesadaran berinvestasi produktif atau mengembangkan usahanya dan produknya makin bisa kompetitif.
Kita patut bersyukur, sejak Indonesia merdeka baru kali ini tahun 2022. Realisasi investasi terbesar sepanjang sejarah tembus Rp 1.207 triliun. Hebatnya lagi 53% di luar Jawa, ini akan meninggalkan kesan pembangunan Jawa sentris selama ini. Pemerataan pembangunan makin bisa dirasakan.
Kontributornya dominan penanaman modal asing (PMA) sebanyak 54,2%. Dampak realisasi investasi ini sangat besar. Di antaranya perekonomian akan tumbuh, tercipta lapangan kerja baru minimal 1,3 juta, peningkatan pendapatan per kapita, pajak, devisa dan lainnya. Ini terwujud berkat perhatian ke iklim usaha.
Yang harus selalu disadari bahwa investor massal di bidang pangan utamanya beras selama ini adalah para petani. Modal kerja produksi beras saja 32 juta ton x harga pokok produksi beras Rp 7.000/kg = Rp 224 triliun/tahunnya. Itu belum investasi sawahnya petani, luas sawah 7,4 juta ha jika harganya Rp 1 miliar/ha setara Rp 740 triliun.
Belum lagi memenuhi kebutuhan protein hewani dan nabati selama ini dominan peternak rakyat. Nilainya ratusan triliun per tahunnya untuk biaya produksi saja. Sehingga sudah seharusnya investor massal pangan ini lebih diperhatikan iklim usahanya agar makin kompetitif lagi produk pangannya.
Catatan terpentingnya, pangan investornya butuh berkelanjutan. Ini soal vital, jika gagal bisa fatal. Artinya regenerasi pelaku usaha bidang pangan harus jadi perhatian serius. Ingat hanya 12% petani yang usianya di bawah 40 tahun, Sensus Pertanian terakhir. Percayakan ke Kawula Muda Intelektual jika ada program khusus. Misal KUR bunga lunak ke Sarjana Pertanian atau Peternakan.
Sejujurnya, saya sangat senang sekali. Selaku petani dan peternak, saat 20 an orang Himpunan Mahasiswa Peternakan pada studi lapangan di kebun dan kandang sapi saya. Hingga tidur di kebun. Dianggap sangat menyenangkan bagi mereka. Ini pemandangan luar biasa harus kita sambut dengan iklim usaha pangan buat mereka yang sangat menarik. Agar produktif. Tidak cerita hal para komandan negeri ini.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630