Empiris, yang menjadikan saya marah ke staf ahli dan pemimpin teknis lapangan pada usaha ternak sapi. Bukan saat sapi kurus atau ngamuk merusak kandang atau mati karena kelaparan.
Tapi saat saya melihat banyak hambatan di lapangan yang tidak diatasi pada kesempatan pertama. Misal, lahan hijauan tidak disuburkan, jalannya rusak dan lainnya.
Contoh lain lagi, hamparan lahan hijauan Gama Umami ditanami yang lainnya. Alih fungsi lahan. Lalu mempersempit lahan dan mengurangi volume produksi pakan sapi.
Terpenting, jika pemeran utama demotivasi. Akibat sarana prasarana jelek. Aritnya, mesin rajang, truk, benih inovasi dan lainnya. Semua daya dukung di atas biasa dinamai ” Iklim Usaha “.
Jika itu semua faktor iklim usaha tidak baik. Maka partisipannya malas kerja. Tidak semangat berkontribusi produktif. Padahal butuhnya rumput 28 ton/hari untuk 700 ekor sapi.
Kebutuhan ” wajib ” 28 ton/hari atau 11.000 ton/tahun. Jika hanya berwacana ria, hanya dongeng saja, hanya saling menyalahkan. Semua itu non solutif. Harus ada eksekusi leadership.
Kajian kalkulasi logis total kebutuhan pakan, luas lahan mutlak subur, benih hasil riset agar terbaik dan fasilitas lainnya. Tugasnya ” Tim Pemikir Usaha ” saya. Penanggung jawabnya saya selaku Top Leader/Owner.
Ilustrasi di atas fakta adanya. Artinya misi akan gagal jika tiada pelaku utamanya yang tukang ngarit, akan tidak efisien efektif jika tiada Tim Pemikir, tiada kegiatan taktis sesuai rencana jika tanpa leader di lapangan.
Paling utama pertama semua akan terganggu jika saya Top Leader tidak mendukung anggaran yang mumpuni. Gagal jika para Team Leader dan Tim Pemikir hanya cari muka ke saya. ABS misalnya.
Dampaknya pakan bisa kurang. Sapi bisa ngamuk semua merusak kandangnya. Karena sapi seperti manusia sangat patuh dengan Raja yaitu Perut. Saatnya diisi, jika tidak diisi maka bisa marah.
Ilmu hikmahnya, beras baru saja kelar impor 0,5 juta ton. Saat ini mau impor lagi 0,5 juta ton. Sejujurnya, saya selaku Petani tidak heran. Itu hanya akibat saja, dari sebab banyaknya masalah lapangan yang saya ilustrasikan di atas. Tanpa diatasi.
Pesan orang di Kampungku.
1. Uripe manungso iku ngawulo waduk/weteng. Hidupnya manusia itu mengabdi ke Raja bernama Perut. Jika pangan isi perut tiada atau sangat mahal jadi sebab marah massal, bahaya. Manusia paling loyal bukan ke Kades, Bupati dan seterusnya. Tapi ke Rajanya yaitu Perutnya.
2. Jika jadi petani pangan yang berkah, bayangkan bahwa yang memakan nasi karya kita adalah orang – orang yang sedang sakit, lapar dan miskin. Jangan dibayangkan yang kaya raya, konsumennya. Agar hati ayem tentrem.
3. Jika jadi Kades, cari temukan dan beri solusi konkret lapangan pada petani pangan. Misal sawahnya jauh dari air, terisolir jauh dari jalan dan benihnya bukan inovatif. Agar kompetitif.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630