Wed. Sep 18th, 2024

Gagal permanen, batasannya seseorang yang punya mimpi dan harapan. Tapi karena sesuatu hal lalu gagal. Cuma berhenti di situ saja. Tiada mental upaya untuk mewujudkan mimpi targetnya. Menyerah kalah. Sekali lagi, menyerah begitu saja. Mimpinya ditinggalkan. Itulah gagal permanen.

Seseorang sekolahnya pintar. Tapi karena keadaan ekonomi orang tuanya, dilarang melanjutkan kuliah. Menurutinya. Tiada upaya lagi agar bisa kuliah, selamanya. Juga tidak mau banyak belajar non formal. Ilmu pengetahuannya hanya sampai di situ saja. Itulah gagal permanen.

Seseorang punya cita – cita ingin jadi pembalap sepeda, karena melihat orang lain bersepeda terlihat nikmat sekali. Tapi baru belajar beberapa kali sudah jatuh, padahal itu sangat wajar sekali. Tapi dia tidak mau lagi bangun dan bersepeda lagi. Kapok. Itulah gagal permanen.

Seseorang terus terbayang enaknya jadi pengusaha.. Bisa menolong tetangganya cipta lapangan kerja, kasihan jadi pengangguran. Tapi merasa tidak punya modal, koneksi dan ilmu. Lalu tidak berani mengawali. Tidak mau mencari cara lain agar terwujud. Itu gagal permanen.

Seseorang ingin jadi pebisnis inovatif. Agar bisa menyerap banyaknya hasil penelitian yang menumpuk, agar jadi inovasi membumi yang bermanfaat. Baru memulai bisnis tapi merugi karena berbagai hal. Lalu kapok. Berhenti bisnis selamanya. Itu juga gagal permanen.

Seseorang sudah jadi pelaku usaha, karyawannya banyak dan asetnya sudah miliaran karena berawal dari modal warisan. Tapi karena gejolak geopolitik usahanya tutup. Bangkrut. Tidak berusaha segera bangkit. Hanya meratapi nasibnya, selamanya. Itu juga gagal permanen.

Rangkaian kejadian di atas sebuah ilustrasi yang banyak terjadi di tengah masyarakat. Antara impian, upaya dan fakta tidak dilinierkan. Esensinya karena ” gagal mental ” saja. Karena mau jadi ” Anggota Pasukan Penyerah ” saja. Andaikan punya mental pantang menyerah, kisah di atas tiada kan terjadi.

Solusinya, kesungguhan membangun mental menjaga niat awal. Agar niat awal yang baik tetap terus konsisten bisa dipelihara hingga terwujud mimpinya. Jika jalan satu gagal, mencari jalan alternatif lainnya. Jika ada jalan buntu, mencari akal baru, agar ketemu akal baru jalan keluarnya.

Contoh empiris pribadi saya sendiri, jika sejak lulus SMA tidak ” bermental ” nekat berangkat ke Surabaya tes di Universitas Airlangga. Maka hingga saat ini tetap di kampung tanpa kuliah. Karena hambatannya besar, dilarang kuliah. Saya tanamkan dalam diri, pasti ada solusi saatnya nanti jika terus upaya sambil kerja misalnya. Ternyata benar adanya.

Memulai usaha. Status jadi perwira militer. Selain tidak boleh bisnis, tiada waktu dan tiada modal, juga tiada ilmu maupun pengalaman. Sadar itu hanya belenggu diri. Lahir ” mental ” berani melepas belenggu diri agar pikiran bisa mengawali usaha. Apapun caranya asal tidak mengganggu dinas, halal dan bermanfaat bagi orang lain.

Bangkit dari bangkrut. Pada kejadian 14 tahun silam saat saya bangkrut Rp 38 miliar. Hingga nol aset. Andaikan saya tiada punya mental pantang menyerah. Andai jadi ” Anggota Pasukan Penyerah ” karena kalah. Hanya termenung sesak di dada, malu ketemu orang dan trauma. Hanya sibuk habis waktu menyalahkan orang lain.

Yang terjadi mungkin saya tidak bisa menjadikan anak – anak studi hingga pascasarjana S2. Tidak bisa mengkaryakan ratusan orang di usaha saya sendiri. Itulah para kawula muda kisah yang bisa anda ambil ilmu hikmahnya. Betapa sangat penting membangun ” mental menjaga niat baik ” agar terwujud. Kuncinya ” Jangan Menyerah “. Titik.

Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *