Pemerintah sebelum membuat peraturan, harus menguasai masalahnya dulu. Utamanya data di lapangan hal HPP, rantai pasok dan mekanisme pasar. Agar bermanfaat. Petani, rakyat kreatif produktif. Harus dihargai negara. Bukan dibangkrutkan massal.
Sungguh..
Tidak masuk akal sama sekali kalau menyimak segala macam Peraturan Kemendag terhadap beban derita petani jika ditotal USD 688/kg atau setara Rp 10.250/kg CPO yang mau diekspor. Berlebihan menekan petani kecil. Tidak logis.
USD 668 meliputi pungutan ekspor BPDPKS USD 200, pajak ekspor USD 288 dan flush out USD 200. Padahal harga CPO dunia hanya USD 1,47 atau Rp 21.000/kg. Sisa harga domestik Rp 9.000/kg. Belum pengeluaran lainnya. Nampak tidak menguasai situasi lapangan riilnya.
Jika harga CPO domestik Rp 9.000/kg setara harga TBS di PKS Rp 1.700. Wajar harga TBS riil di lapangan hanya Rp 1.100/kg dan harga CPO tender di Aceh semalam hanya Rp 5.000/kg. Praktis setara TBS Rp 700/kg. Harga seperti ini membangkrutkan petani. HPP sawit petani Rp 1.800/kg. Kebijakan salah fatal.
Terkecuali jika harga karena alami pasar atau bencana alam semua bisa maklum. Tapi kalau karena kebijakan pemerintah maunya dapat pendapatan lebih dari 50% dari omzet harga CPO dunia dengan cara mengorbankan petani. Tidak bijak. Semena – mena dengan rakyat kecil produktif. Malu dengan petani. Malu dengan Malaysia.
Ini saya tulis karena ” Hati Nurani ” terpanggil demi Kemanusiaan dan Bangsa Indonesia tercinta ini. Karena para petani sudah mulai emosi kebutuhan keluarga banyak, pendapatannya dihancurkan oleh kebijakan tidak memihak membumi.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630
