Peluang penelitian sawit, berbagai aspek dalam industri kelapa sawit yang masih dapat diteliti untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, keberlanjutan dan dalam pengelolaannya. Agar daya manfaat sawit optimal.
Penelitian ini bisa mencakup aspek agronomi, teknologi, ekonomi, lingkungan, hingga sosial. Yang pada akhirnya ide gagasan dan inovasinya jadi solusi beragam problematika pada sektor sawit.
Peluang dan contoh konkretnya ;
1). Peningkatan produktivitas dan genetika
Varietas unggul tahan hama, penyakit dan perubahan iklim. Kultur jaringan untuk perbanyakan bibit cepat massal. Pemanfaatan mikroba meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan sawit.
Contoh ;
Benih hasil persilangan Dura dan Pisifera menghasilkan Tenera dengan pelepah pendek sehingga populasi pokok per hektar bisa jauh lebih banyak. Biasanya 136 sd 139 pokok/hektar, bisa minimal 145 pokok/hektar.
Optimalisasi penyerbukan/polinasi. Dengan elektromagnetik. Biasa umur 7 tahun 12 janjang rerata 15 kg. Karena ” inovasi elektromagnetik” bisa 20 janjang, 20 kg/janjang agar 400 kg TBS/pokok/tahun setara lebih 50 ton TBS/ha/tahun.
Kesuburan lahan dan profilaksis benih agar bebas ancaman hama penyakit. Dengan pemberdayaan mikroba strain tertentu dengan koloni tinggi. Tanah kembali subur, deposit Kalium dan Phospat bisa larut serta ada strain lawan patogen Ganoderma misalnya.
2). Pengolahan dan diversifikasi produk sawit
Peningkatan rendemen minyak sawit dengan metode ekstraksi yang lebih efisien. Pengembangan bioenergi ramah lingkungan lebih luas lagi. Inovasi produk turunan sawit, seperti bioplastik, surfaktan, dan bahan kosmetik alami.
Contoh ;
Mekanisasi berbasis drone, konetik dan lainnya. Yang selama ini harga pokok produksi (HPP) sampai di pabrik kelapa sawit (PKS) secara umum Rp 1.500/kg. Bagaimana rekayasa pola pikir agar bisa di bawah Rp 1.000/kg TBS. Agar laba tambah.
Tandan kosong selama ini hanya dipakai jadi bahan bakar steam boiler. Itupun maksimal 50% dari limbah yang diproduksi dengan rendemen 23% dari TBS. Secara nasional 264 juta ton/tahun. Setara 65 juta ton/tahun. Akan dapat nilai tambah besar jika jadi bioplastik; styrofoam dan lainnya.
3). Keberlanjutan dan dampak lingkungan
Strategi pengurangan emisi gas rumah kaca dari industri kelapa sawit. Rehabilitasi lahan gambut yang telah digunakan untuk perkebunan sawit. Teknologi pemanfaatan limbah sawit, seperti tandan kosong dan limbah cair (POME) untuk biogas atau pupuk organik.
Contoh ;
Limbah cair selama ini belum termanfaatkan sama sekali padahal ini luar biasa banyaknya. Hal terpenting pada proses industrinya semua memakai bahan organik 100%, tiada bahan kimia. Artinya mikroba pada limbah cair sumber energi sangat besar jangka panjang.
Jika dilakukan penelitian validasi potensi energinya seluruh Indonesia. Lalu membuat rekomendasi kepada pemerintah agar membuat regulasi bahwa semua industri sawit harus ekonomi sirkular nol limbah. Persis pabrik kelapa di RRC. Maka PLN kita bisa gratis.
4). Sosial, ekonomi, dan kebijakan
Analisis dampak sosial ekonomi perkebunan sawit terhadap masyarakat sekitar. Strategi peningkatan kesejahteraan petani sawit melalui skema kemitraan yang lebih adil. Evaluasi kebijakan sertifikasi sawit berkelanjutan (RSPO, ISPO) dan dampaknya terhadap pasar global.
Contoh ;
Penelitian korelasi antara perkebunan sawit dan kemiskinan ekstrem maupun prevalensi stunting karena malnutrisi. Jika mau belajar kepada Kabupaten Kampar Riau bahwa semua perusahaan harus bertanggung jawab terhadap meniadakan stunting dan kemiskinan ekstrem.
Agar di area kebun sawit operasionalnya, jadi bagian dari CSR, maka sekejap ancaman serius stunting yang masih 21,6% akan jadi tiada lagi. Dengan begitu anggaran CSR tidak hanya salah penggunaan misal ke oknum tertentu saja. Berjalan sesuai mestinya.
Peluang penelitian yang obyeknya lahan sawit petani yang tumpang tindih dengan kawasan kehutanan. Padahal saat menanam tiada hutan, karena sisa pembalakan liar. Tiada batas. Juga lahan tersebut milik masyarakat sebelum Indonesia merdeka. Jika sekarang dirampas begitu saja, pasti menyakiti hati rakyat. Kembalikan ke diri sendiri.
Bahwa esensi penelitian idealnya berawal dari ” suara hati nurani ” peneliti, karena mendengar resahnya masyarakat menghadapi masalah. Invensi harus jadi inovasi, karena terkomersilkan bermanfaat/solutif. Bukan sekedar berujung di jurnal atau lemari atau asal ada dana proyek semata.
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630