Sat. Feb 22nd, 2025

Sawit, sungguh anugerah Tuhan untuk Indonesia. Hanya dengan maksimal Rp 100 juta/ha sudah bisa jadi kebun sawit super dan produktif jangka waktu 25 tahun. Kita merawat sawit 30 bulan, ganti kita dirawat 30 tahun oleh sawit.

Karena sawit dianggap paling enak, hingga RRC dan India pada latah menanam sawit juga, padahal biaya investasinya 2 kali lipatnya di Indonesia. Dampak dari agroklimat dan inovasi yang belum sebaik di Indonesia.

Indonesia, pemilik sawit terluas di dunia 16,38 juta hektar. Penghasil minyak sawit terbanyak di dunia CPO 49 juta ton/tahun dan PKO 4 juta ton/tahun. Pengguna sawit terbanyak di dunia 25,3 juta ton/tahun.

Memang Indonesia ekspor CPO hanya 7% saja dari total produksi nasional. Dominan RPO, produk turunan terdangkal. Sehingga nilai tambahya juga masih sangat dangkal yang kita dapatkan. Ini peluang emas kita. Untuk dihilirisasikan.

Proses industri ruas hilir dengan pola hilirisasi inovasi selalu menciptakan nilai tambah luar biasa besarnya. Indikatornya pada indeks kompleksitas ekonominya. Daya saing bangsa Indonesia.

Ini sangat berpengaruh pada pangsa produk domestik bruto (PDB) dari sawit. Saat ini PDB sawit Rp 1.540 triliun atau 7% dari PDB nasional sekitar Rp 22.000 triliun. Jika sukses hilirisasi bisa 20 kali lipatnya.

Contoh :

CPO jika di nol kan limbahnya. Jadi farmasi, kosmetik, pangan dan energi. Dari harga pokok produksi CPO di pabrik kelapa sawit (PKS) hanya Rp 5.000/kg bisa jadi Rp 50.000/kg. Kalikan saja 49 juta ton/tahun. Setara Rp 2.500 triliun.

Konkretnya, CPO Rp 5.000/kg HPP di PKS tengah kebun. Diubah jadi migor dengan merk dagang laku Rp 25.000/kg. Limbahnya 30% dari volumenya CPO bisa jadi sabun dan margarin bernilai ekonomi tinggi juga.

PKO, minyak inti kernel sawit kekinian lagi digandrungi dunia. Karena bisa jadi bioavtur bahan bakar pesawat terbang baru terbaharukan. Tentu memberikan nilai tambah sangat besar demi perbaikan iklim dunia.

Maskapai Garuda Indonesia sudah berulang kali terbang dengan bioavtur PKO Sawit. Akan jadi pemantik hilirisasi sawit pada pangsa pasar avtur fosil. Butuh kesungguhan proses industrialisasinya karena produksi PKO kita 4 juta ton/tahun.

Bungkil sawit, limbah sisa perah dari kernel jadi PKO. Selama ini rendemem 3% dari TBS atau setara 8 juta ton/tahun. Sayang hanya kita ekspor jadi bahan baku industri pakan ternak sapi di Jepang, Selandia Baru dan Australia.

Mereka dapat nilai tambah besar sekali, karena diubah jadi susu dan daging sapi yang mahal. Bungkil sawit di Indonesia hanya Rp 1600/kg, jadi sapi hidup dijual ke Indonesia lagi Rp 52.000/kg. Luar biasa. Ini peluang berlian. Bukan emas lagi.

Solid, limbah sawit sisa perasan dari CPO. Rendemennya juga 3% dari TBS atau 8 juta ton/tahun. Protein kasar juga 17% sesuai SNI jika jadi pakan sapi. Belum banyak terpakai. Limbah bisa jadi sapi Rp 52.000/kg. Peternak makmur asal pemerintah mau ambil ” peluang berlian ” ini.

Biomassa sumber energi terbaharukan rendemen 3% dari TBS atau 8 juta ton/tahun. Limbah ini baru cangkang sawit yang diberdayakan. Itupun dominan ekspor ke Jepang. Selain cangkang masih ada tankos rendemen 23% dari TBS atau 60 juta ton/tahun. Jadi wood pellet bahan bakar PLTU pengganti batu bara.

Pelepah sawit, bobot rerata 5 kg/pelepah. Sebanyak 24 pelepah/pokok/tahun x 140 pokok/ha populasinya x 16,38 juta ha x 5 kg/pelepah = 274 juta ton/tahun. Bisa jadi arang briket atau wood pellet, komoditas ekspor cetak devisa cipta lapangan kerja.

Limbah cair, POME potensinya 28 juta ton/tahun. Sumber gas ramah lingkungan tiada habisnya, bisa jadi pengganti LPG atau listrik yang akan menekan harga pokok produksi (HPP) semua produk nasional agar makin kompetitif di pasar global. Selama ini nyaris nol, belum terberdayakan semuanya.

” Menuai sesuai harapan, jika ada tindakan nyata “

A. Einstein.

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *