Wed. Jun 25th, 2025

Presiden Jokowi mengeluhkan, adanya lebih dari Rp 8.000 triliun dana masyarakat parkir di bank. Diminta agar dikaryakan produktif membangun pertumbuhan ekonomi bangsa.

Ilustrasi mudahnya ;

1. Gula impor minimal 4 juta ton/tahun. Setara Rp 30 triliun/tahun jika dianggap harga gula Rp 7.500/kg. Bisa menyejahterakan petani 400.000 KK jika biaya hidupnya Rp 75 juta/tahun/KK.

2. Impor daging kerbau, daging sapi dan sapi hidup setara 1,5 juta ekor/tahun jika dianggap 400 kg/ekor. Setara Rp 36 triliun/tahun. Bisa menyejahterakan peternak 480.000 KK jika biaya hidupnya Rp 75 juta/KK/tahun.

Total impor pangan minimal Rp 300 triliun/tahun. Jika kebutuhan hidup sehat Rp 75 juta/KK/tahun. Maka nilai impor pangan ” telah meniadakan ” kesempatan kerja 4 juta KK. Hilang lapangan kerjanya.

Ironisnya, banyak yang mengeluh kekurangan modal jadi sebab tidak mau berusaha (bisnis/berkarya). Tapi data faktanya justru dana parkir di bank di atas Rp 8.000 triliun saat ini. Sungguh tidak logis sama sekali.

Apalagi dana yang disalurkan oleh bank wujud kredit investasi produktif maksimal 35%, yang untuk konsumtif 65%. Terbalik, negara lain 75% kreditnya untuk investasi produktif dan 25% kredit konsumtif.

Di atas menggambarkan sebuah keadaan masyarakat Indonesia gemar menabung. Kurang berjiwa entrepreneur/pengusaha, tidak suka investasi agar produktif jangka panjang. Suka konsumtif.

Jika masyarakat berjiwa pengusaha jumlah banyak. Asetnya dikondisikan agar kerja keras, anggap laba 20%/tahun. Maka nilai tambahnya Rp 1.600 triliun/tahun untuk kesejahteraan rakyat.

Fakta ini semua dampak langsung dari ;

1. Pola didik SDM kita kurang digiring agar berkarakter jadi pejuang ekonomi mandiri berdaulat pangan. Suka instan impor saja, takut mengawali bisnis, lalu lahan terlantar dan dananya parkir di bank. Pemahaman aset harus kerja keras, minim.

2. Iklim usaha bidang pangan belum membuat masyarakat tertarik untuk investasi produktif. Misal jalan, air, benih inovasi, suku bunga bank, tata niaga dan lainnya. Dampaknya 0,51 juta KK petani alih profesi. (BPS Sensus Pertanian terakhir)

3. Risetnya belum berorientasi pasar, 82% hasil riset tersimpan di lemari. Berdampak hasil petani kalah bersaing, ribut setiap ada impor. Tandanya indeks inovasi global ke 75 dan indeks kompleksitas ekonomi ke 61 dari 132 negara.

Ketiga hal utama ini harus dibenahi total jika mau membuat solusi berbasiskan sebab. Bukan mengatasi masalah asal gejalanya saja hilang. Selama ini hanya impor makin melambung tinggi, linier dengan ramainya jumlah petani kabur alih profesi.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *