Mon. Jun 30th, 2025

Wayan Supadno.

Pendek kata, kalau mau mengatasi berbagai macam masalah di negeri ini. Harus mengatasi masalahnya petani. Karena profesi petani peternak dampak imbasnya terbanyak.

Kondisi ini hanya akibat. Dari sebab sejak reformasi politik kurang berpihak. Bersyukur pada 9 tahun terakhir APBN ke pedesaan dan pertanian sekitar Rp 125 triliun/tahun. Berkali lipat dari sebelumnya.

Sejak 1998 sd 2014, anggaran ke pedesaan dan pertanian sangat sedikit. Keberpihakan politik anggaran menandakan keberpihakan politik arah kebijakannya. Tentu ini berdampak serius.

Karena fase reformasi politik kurang perhatian. Dampaknya animo anak muda studi di bidang pertanian turun drastis, di SLTA maupun perguruan tinggi. Dampaknya kurang pemimpin dan pemikir, yang cinta pertanian saat ini.

Apalagi yang minat untuk bertani dan beternak turun drastis. Tercermin pada data Sensus Pertanian terakhir usia petani di bawah 40 tahun hanya 12%. Artinya profesi ini tidak diminati anak muda.

Konkret implikasinya ;

  1. Untuk swasembada gula kekurangan petani tebu 350.000 orang, jika mengelola 2 ha/orang. Setara 700.000 ha tebu, setara impor gula 4 juta ton/tahun.
  2. Untuk stop impor bawang putih 600.000 ton/tahun butuh petani 50.000 KK petani. Agar bisa menanam 100.000 ha. Lalu jumlah panennya setara impor 600.000 ton/tahun.
  3. Untuk swasembada sapi butuh 600.000 peternak agar memelihara 4 juta ekor indukan sapi yang anak jantannya setara jumlah impor 1,5 juta ekor/tahun.

Mau mengentaskan kemiskinan dengan cepat, caranya harus mensejahterakan petani. Karena data BPS kemiskinan di pedesaan 51% dan 61% nya berprofesi petani. Itu penjabaran Hukum Pareto.

Mau meningkatkan daya saing bangsa. Baik kenyamanan investor dan produk dalam negeri kompetitif. Pangkal masalahnya di petani. Karena upah naik 8%/tahun akibat pangan mahal, dampak biaya produksi pangan mahal.

Mau meminimalkan TKI agar berkarya di negeri sendiri. Masalahnya juga di petani. Karena TKI didominasi dari keluarga petani. Dampak dari indeks kepemilikan lahan hanya 0,3 ha/KK sebanyak 14 juta KK (Sensus Pertanian).

Lalu apa solusi strategi dan taktisnya ?

Harus serius membangun SDM pertanian agar benar – benar jadi praktisi inovatif berjiwa pengusaha. Karena nyawanya pertanian pangan ada pada petani. Tanpa petani, tanpa pangan. Tanpa bangsa, tanpa kehidupan.

Bangun iklim usaha yang berpihak ke petani. APBN dan APBD harus minimal 7 % untuk sektor pertanian pangan hulu hingga hilirnya. Punya janji visi indahpun akan tiada arti jika tanpa dukungan anggaran dan tepat penggunaannya.

Masyarakat utamanya anak muda enggan jadi petani jika iklim usahanya tidak menarik. Iklim usaha dibangun sekalipun, akan sia – sia belaka kalau tanpa menyiapkan SDM praktisinya, misal ilmunya hanya dihafal tanpa didorong agar dipraktikkan.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *