Indonesia mutlak harus cetak sawah jika melihat data BPS,FAO dan USDA tahun 2020. Dijelaskan korelasi. Luas sawah Indonesia 7,46 juta hektar, Thailand 7,42 juta hektar dan Vietnam 4,59 juta hektar. Jumlah produksi beras Indonesia 31,5 juta ton/tahun, Thailand 21,1 juta ton/tahun, Vietnam 27,2 juta ton/tahun.
Padahal tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia 273,52 juta jiwa dengan indeks asupan 119 kg/kapita, Thailand 69,79 juta jiwa indeks asupan 90 kg/kapita dan Vietnam 97,33 juta jiwa indeks asupan 83 kg/kapita. Wajar saja jika Indonesia impor beras 1 juta ton lebih, Thailand ekspor 13,8 juta ton dan Vietnam ekspor 19,1 juta ton.
Pada saat bersamaan Indonesia pertumbuhan jumlah penduduk terus melaju pesat hingga kekurangan pasokan rumah (backlog) sebanyak 12,7 juta unit. Konsekuensi lagi sektor perumahan ini jadi predator sawah alih fungsi rasionya 50 unit/hektar dan juga butuh lahan untuk industri pabrik untuk cipta lapangan kerja.
Sisi lain lagi, sejak Orde Baru Berakhir tahun 1998 Indonesia nyaris tiada pernah cetak sawah secara bermakna baik kualitas maupun kuantitasnya. Penertiban data batas dan luas lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) dirapikan dan ditertibkan baru tahun 2014.
Dengan adanya itu, terlihat sudah jutaan hektar lahan milik KLHK banyak yang jadi sawah termasuk kawasan masyarakat transmigrasi yang ada bangunan penduduk, kantor desa camat hingga sekolah. Termasuk sawah lengkap ada bendungan berikut dan irigasi teknis yang dibangun permanen.
Bahkan Balai Benih Kementan masuk dalam kawasan kehutanan non APL (Area Penggunaan Lain). Implikasinya banyak jutaan hektar lahan sawah dengan segala fasilitasnya mangkrak. Tidak produktif. Gundul tiada pohon hutan sebatangpun sejak 1998. Sesungguhnya ini semua hanya akibat dari kebijakan politik saja.
Dibutuhkan solusi membumi nuansa politik karena menyangkut UU dan Peraturan. Sawah bendungan, dam irigasi dan bangunan rumah penduduk permanen beserta fasilitas lainnya. Tapi tidak bisa didanai untuk merawatnya dari APBN, karena akan jadi temuan BPK. Dilematis menghambur – hamburkan dana APBN saja.
Saya melihat sendiri di lapangan sangat memprihatinkan. Kadang dalam hati saya, keheranan. Kalau ternyata seperti ini jadinya apa artinya kita punya tanah air terbentang luas, lahan terlantar gundul sisa pembalakan liar jutaan hektar, jika kesemuanya tanpa produktif lalu berdampak kesejahteraan masyarakat rendah.
Sisi lain lagi, Indonesia ” sangat darurat ” butuh cetak sawah baru minimal 7 juta hektar untuk 300 juta jiwa penduduk tahun 2030. Jika tidak maka impor pangan masih akan tinggi. Jika tidak maka indeks kepemilikan sawah sumber pangan utama kita hanya 0,3 ha/KK akan makin banyak lagi. Bukan hanya 16,68 juta KK saja. Data BPS 2023.
Kemaren saya bersama tamu penting, sengaja saya tunjukkan fakta lapangan. Pada keheranan ada puluhan ribu hektar lahan gundul sangat ideal untuk dijadikan sawah bahkan sebagian sudah ada sawah beserta irigasi teknis tapi terbengkalai. Karena tersandera dianggap milik KLHK non APL.
Dari perjalanan mengitari lahan gundul tanpa kayu hutan tapi dianggap milik kehutanan tersebut. Tamu penting saya tersebut pada termenung. Diskusi kenapa kita selama ini seperti ini ya cara mengelola negara ? Kenapa kita belum bijak cerdas mengelola kekayaan alam berlimpah ? Apa artinya ?
Solusinya negara harus hadir dengan mencegah kelaparan jika ada Perang Dunia lll sewaktu – waktu meletus harus swasembada pangan. Harus. Lahan – lahan milik KLHK yang gundul terlantar non produktif bahkan jadi pelanggan kebakaran bijaknya diputihkan jadi APL lalu lanjut jadi sawah. Sebaliknya jangan cetak sawah di hutan lebat sekalipun statusnya bukan milik KLHK karena APL.
Tidak cukup proyek ” hanya cetak sawah ” memakai dana APBN. Tapi juga harus bertanggung jawab hingga jadi tanaman padi berkelanjutan. Caranya transmigrasi sumbernya dari masyarakat petani padi yang punya sawah 0,3 ha/KK atau pensiunan TNI/Polri. Jika tanpa itu, akan sulit juga jadi lumbung padi. Karena jumlah penduduk 112 KK/desa, tapi lahannya ribuan hektar.
Ilmu hikmahnya bahwa sekaya apapun alam kita jika tanpa bisa mengelola maka jadi tiada makna, bahkan kekayaan alam yang berlimpah jika tanpa bisa dikelola dengan baik akan jadi bumerang sumber masalah ancaman dari negara lain. Begitupun kebanggaan dan kesetiaan warga sebuah bangsa kepada negaranya sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan moril materiilnya.
Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pencetak Sawah
HP 081586580630