Saya tahu diri. Hanya petani dan peternak serta formulator sekaligus produsen pupuk hayati Bio Extrim dan hormonal Hormax yang banyak dijual di google ( online ). Tapi sesungguhnya sangat banyak mimpiku untuk para peneliti. Agar kompetitif lagi.
Setiap hari untuk operasional di kebunku. Butuh solar industri yang harganya di atas Rp 16.000/liter habis 5.000 liter atau 5 KL tiap 3 hari. Habis 50.000 liter/bulan. Non subsidi. Untuk armada dan alat berat excavator, loader serta dump truk. Termasuk langsir antar blok.
Tentu ini sangat membebani para pelaku usaha. Karena biaya penyerta sangat tinggi jadi sebab inflasi naik. Karena harga pokok produksi (HPP) tinggi. Lalu tidak kompetitif lagi. Perlu solusi konkret. Biasanya dibalik HPP tinggi dan di balik kesulitan tersembunyi inovasi hasil riset membumi.
Ongkos kirim (ongkir) tandan buah segar sawit (TBS). Mulai dari kebun antar blok, dikumpulkan. Lalu dimuat dan dibawa ke pabrik kelapa sawit (PKS). Sekitar Rp 300/kg. Dari PKS wujud CPO dikirim ke Pelabuhan dan lanjut naik kapal ke pabrik di Jawa agar jadi migor, margarin, sabun, biodiesel B30 juga butuh ongkir Rp 2.000/kg.
Setelah jadi produk siap pakai migor, sampo, sabun, B30 dan lainnya. Produk hilir dari sawit. Kembali lagi ke Kalimantan atau luar Jawa. Bahkan kembali ke masyarakat di kebun sawit. Ongkirnya juga sangat besar rutin jangka panjang. Ongkir bahan setengah jadi TBS ke PKS ada 240 juta ton/tahun bisa dihitung borosnya.
Kedua hal ini kumulatif skala nasional sangat membebani APBN dan masyarakat Indonesia. Inilah kesulitan. Inilah peluang riset penelitian sesungguhnya. Agar ada solusinya. Inilah tugas peneliti pemikir bangsa. Sekali lagi, filosofinya peneliti jika ada kesulitan itulah tugasnya mencari solusi dengan rekayasa pola pikir menemukan hal baru bernama inovasi.
Peneliti oleh negara dialokasikan APBN sebanyak puluhan triliun jumlahnya dalam setahun saja. Memang tidak sebanyak di negara – negara maju. Tapi jika tepat sasaran dan efisien efektif penggunaannya pasti dampaknya sangat besar. Akan bermanfaat nyata bagi masyarakat luas, menekan HPP lalu pangan dan biaya hidup jadi tidak tinggi mendongkrak inflasi.
Setidaknya indeks inovasi global kita tidak terus tertinggal pada peringkat 75 dari 132 negara dan indeks kompleksitas ekonomi kita tidak tertinggal terus pada peringkat 61. Banyak hasil riset para peneliti yang terkomersilkan bermanfaat bagi masyarakat. Antusiasme meneliti yang marketable akan tumbuh lagi.
Konkretnya, jika TBS skala 1 ton bisa diurai oleh ” Mesin Mini Inovasi “. Jadi CPO 26% lalu jadi migor atau bensin sawit atau Biodiesel B30 rendemen 70% dari CPO. Sabun atau margarin jadi rendemen 30% dari CPO. Lalu dikelola oleh Bumdes maka dampaknya secara nasional sangat hemat puluhan triliun per tahun. Berubah jadi kesejahteraan rakyatnya.
Begitu juga limbahnya bungkil dan solid yang rendemennya 6% dari TBS jadi pakan ternak sapi mutu super sesuai SNI. Tankosnya jadi bahan bakar steam boiler. Abunya jadi pupuk kaya kadar Kaliumnya tinggi dan kadar Phospat maupun Nitrogen juga tinggi. Dari pada yang selama ini K dan P 99% impor. Limbah cair jadi bahan fermentasi karena rendemennya 78% bisa jadi pengisi Elpiji.
Jadilah berkat ada kesulitan lalu di baliknya menemukan ide gagasan riset. Karena dihilirisasikan berubah dari invensi jadi inovasi membumi. Dinikmati oleh donatur kegiatan risetnya yaitu rakyat pembayar pajak jadi APBN atau pungutan ekspor terkumpul di BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Dengan begitu, masyarakat dunia utamanya Uni Eropa akan pusing tujuh keliling.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630