Wed. Jun 25th, 2025

Kalimat pada judul di atas sungguh sangat relevan, jika sejenak kita renungkan dalam diskusi dengan sang hati sendiri. Diskusi dengan dasar kejujuran untuk sebuah niat baik.

Empiris..

Ketika saya remaja pertama kali membuat surat cinta kepada seorang gadis. Saat ini telah jadi istri saya, ibunya anak – anakku. Waktu itu ditolak mentah. Amplop utuh dikembalikan.

Setelah 5 tahun berlalu, kuulangi ternyata ada hasilnya. Karena ada kekuatan cinta untuk berusaha memilikinya. Halang rintang itu biasa. Tergantung kesungguhan dan keuletan.

Sebaliknya..

Tahun 2015. Saya punya kebun di Kecamatan Sukamakmur Bogor. Luas 7,3 ha. Semua datanya dipalsukan oleh oknum Kepala Desanya. Dijual ke pihak lain. Sakit hati saya.

Saran Orang Tuaku, agar jadi ksatria sejati. Tak ubahnya membela padi saat diserang wereng, itu ujarnya. Merebut kembali, dengan proses hukum. Oknum Kades dipenjara. Berhasil. Karena mencintai yang dimiliki.

Kedua situasi di atas hadir ilmu hikmah bahwa kecintaan menghadirkan kekuatan. Yang berat jadi ringan. Yang sulit jadi mudah. Yang gelap jadi terang. Lahir keberanian mengurai yang ruwet jadi solusi.

Begitu juga banyak orang mewujudkan cita – cita. Dicintai dengan pekatnya. Dengan niat baik. Misal, 10 tahun lagi punya sekian anak yatim piatu yang dibesarkan. Dengan begitu jadi penyemangat cepat berbuat tiada lelah.

Niat baiknya jadi motor penggeraknya agar jadi kendaraan super cepat sampai tujuan. Jika sudah bisa menghidupi, menyekolahkan dan mengobati orang lain jumlah banyak. Berarti telah mumpuni untuk dirinya. Selesai urusan pribadinya.

Usahanya dilancarkan. Ide gagasan bisnisnya senantiasa cerdas dan terjabarkan di lapangan. Terus memelihara agar ” Dian Niat Baik ” tetap nyala terpelihara. Berusaha berbuat agar bisa berbagi. Bukan agar bisa merampas yang bukan haknya.

Justru sebaliknya. Ada yang menggebu – gebu seolah mau hidup seribu tahun lagi, sendirian. Harta dan tahta saja motivasinya. Seolah anaknya minta warisan ribuan hektar dengan segunung emas dan tahta di atasnya. Tanpa peduli prosesnya terhormat atau tidaknya. Itu misalnya.

Lalu jadi sebab membabi buta caranya, timbul masalah permanen jangka panjang, jadi dongeng buruk pada masyarakat luas dari masa ke masa, sepanjang jaman. Padahal sesungguhnya anak – anaknya hanya minta warisan kecipratan nama baik saja.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *