Thu. Feb 6th, 2025

Selaku Pak Tani, tentu saya turut bersyukur dan mengucapkan Selamat Kepada Bapak Dr.Andi Amran Sulaiman telah dilantik jadi Menteri Pertanian lagi. Kepercayaan sangat besar dari Presiden Jokowi ini patut diapresiasi, setidaknya prestasi emasnya yang dulu akan ditambah lagi.

Apalagi saya dengar pernyataan Pak Amran bahwa akan memangkas impor pangan, utamanya beras. Yang tahun 2023 ini saja 3,5 juta ton. Luar biasa banyaknya, padahal tahun 2015 juga ada El Nino lebih parah tapi kita mumpuni. Ini pemicu moril tinggi bagi petani untuk berkontribusi kepada negerinya sendiri.

Saya kira sangat logis jika punya target swasembada beras. Alasannya sejak reformasi hanya Presiden Jokowi yang ugal – ugalan positif peduli ke iklim usaha pertanian. Setahun ini saja berulang kali meresmikan bendungan irigasi teknis untuk lahan pertanian.

Paling tidak 61 bendungan sedang dikerjakan. Tahun ini saya yakin banyak lagi yang diresmikan. Sekalipun belum 100% dampak positifnya karena koneksi irigasi ke sawah – sawah belum sempurna. Ke depan akan mengubah total sawah yang biasanya hanya 1 kali tanam, bisa jadi 3 kali tanam.

Konkretnya, saat ini luas sawah baku 7,1 juta hektar dengan luas tanam padi 10,6 juta hektar (BPS). Artinya masih IP 150, masih belum semua bisa tanam padi 2 kali/tahun. Jika karena ada bendungan baru lalu menanam bisa 2 kali jadi IP 200. Maka akan punya produksi beras 7,1 juta hektar, 2 kali tanam = 14 juta hektar.

Selama ini indeks produksi beras 2,56 ton/ha (BPS). Otomatis berdampak kumulatifnya 14 juta hektar x 2,56 ton beras/ha = 35 juta ton/tahun. Padahal kebutuhan beras riil selama ini hanya 2,55 juta ton beras/bulan x 12 bulan = 30,6 juta ton/tahun (BPS).

Daya dukung air untuk lahan telah berangsur diatasi. Benih padi, IPB University dan Univ. Muhammadiyah Malang mengklaim bisa 12 ton GKG/ha. Tinggal dihilirisasikan massal ke petani. Padahal selama ini hanya 5,16 ton GKG/ha. Masalah paling serius adalah kurangnya pelaku utama yaitu petani muda penanam padi.

Tidak kalah pentingnya, karena Pak Amran mau memangkas impor pangan yang saat ini di atas Rp 300 triliun/tahun. Adalah impor daging kerbau, daging sapi dan sapi. Jika ditotal setara 2,1 juta ekor sapi Bali jantan 350 kg/ekor atau setara kapital terbang wujud devisa sebanyak minimal Rp 40 triliun/tahun.

Solusinya ? Harus impor sapi betina produktif 6 juta ekor. Agar anaknya jantan betina 5 juta ekor/tahun. Agar yang jantan saja siap potong 2,5 juta ekor/tahun. Mumpung Australia lagi obral sapi betina bakalan harga murah meriah. Diimpor lalu dijual lagi ke peternak rakyat.

Di daerah ada pakan berlimpah seperti di Kalimantan agar harga pokok produksi (HPP) rendah pola integrasi dengan sawit. Dengan begitu laba peternak besar, bisa jual sapi harga murah, protein hewani mudah didapat harga terjangkau tanpa impor. Otomatis stunting kerdil kurang protein hewani bisa sesuai target Presiden Jokowi maksimal 14%.

Percepatan majunya sebuah bangsa sangat dipengaruhi oleh makin banyaknya partisipan pengusahanya investasi inovasi produktif bersama masyarakat. Itu terbangun jika dirangsang dengan iklim usaha yang baik, merupakan kewajiban mutlak pemerintah pusat dan daerah. Bekerja sama dengan akademisi serta disebarluaskan oleh insan pers. Biasa disebut Penta Helix.

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *